Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, mengatakan bahwa sebagian masyarakat Indonesia, terutama yang tidak memiliki rumah, masih berstatus unrecorded atau belum terdata. Kondisi ini menurut Fahri, menyulitkan pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang tepat sasaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi manusia unrecorded di Indonesia ini masih banyak. Karena itu kami mengambil keputusan jarang benar karena datanya salah, sering nggak nyambung," ujar Fahri Hamzah dalam acara Katadata Indonesia Policy Dialogue dengan tema "Arah Baru Sektor Energi dan Perumahan" yang berlangsung di Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada Rabu, 11 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Politikus Partai Gelora ini mengatakan bahwa data kemiskinan masyarakat Indonesia saat ini mengandung banyak persoalan. Pasalnya, kata Fahri seseorang dianggap keluar dari garis kemiskinan ketika punya uang Rp 13 ribu dalam sehari. Dari standar itu saja, sekitar 10 persen atau sekitar 29 juta penduduk Indonesia masuk dalam kategori miskin
"Jika angka Rp 13 ribu dinaikkan menjadi Rp 20 ribu saja, jumlahnya sudah mencapai 40 persen. Apalagi jika menggunakan standar 2 dolar. 40 persen tersebut setara dengan sekitar 115-116 juta orang yang sebenarnya miskin," imbuh Fahri.
Masalah data inilah yang menyebabkan banyak masyarakat tidak memiliki rumah dan terpaksa tinggal di kolong jembatan. Pasalnya, mereka yang tidak terdata sering kali tidak memiliki slip gaji, sehingga dianggap tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan fasilitas kredit rumah. Akibatnya, mereka tidak bisa mengakses program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP untuk membeli rumah.
"Satu rumah (berukuran) 2x3 dihuni oleh 4 sampai 5 keluarga tidurnya sempit-sempitan tuh di situ. Sekali lagi ini soal data nanti," imbuhnya.
Sebagai Wakil Menteri Perumahan ia mengatakan akan menyelesaikan persoalan ini secara bertahap. Fahri menambahkan bahwa pekerjaan yang harus dilakukan sangat banyak, dan jika tidak dikerjakan dengan sistematis, masalah tersebut tidak akan terselesaikan.
"Ini baru 51 hari, jadi Kementerian baru ya harapan yang sangat besar dari teman-teman tapi tidak bisa kalau kita tidak bekerja secara sistematis," imbuhnya.
Sebagai informasi, program tiga juta rumah per tahun merupakan program yang diinisiasi Presiden Prabowo Subianto. Ia menjanjikan program ini sejak kampanye Pilpres 2024 lalu.
Setelah terpilih menjadi presiden, Prabowo kemudian memecah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menjadi dua, yakni Kementerian Pekerjaan Umum (PU) serta Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Kepala negara juga menunjuk Maruarar Sirait alias Ara sebagai Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta Fahri Hamzah sebagai wakilnya.
Untuk merealisasikan program tiga juta rumah di tengah keterbatasan anggaran Kementerian PKP yang hanya Rp 5 triliun untuk tahun depan, Ara mengatakan ingin program ini digarap secara gotong royong. Salah satunya, dengan menggandeng pihak swasta. Ara telah menggandeng PT Agung Sedayu Group dan PT Bumi Samboro Sukses dalam proyek pembangunan 250 unit rumah di Tangerang yang diresmikan awal pembangunannya pada awal November 2024 lalu.
Kendati menggandeng perusahaan swasta, Ara mengklaim tidak menawarkan atau memberikan timbal balik kepada pengusaha yang mau terlibat.
"Nggak ada menawarkan apa-apa karena mereka membangunnya, kalau tidak salah, di dekat atau di tempat mereka berusaha," kata Ara ketika ditemui wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa, 3 Desember 2024. "Mereka mau menyumbang saja."
Riri Rahayu berkontribusi dalam tulisan ini.