Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menjamin tetap akan menggaji karyawannya yang tak ikut dalam program pensiun dini. Manajemen menampik kabar yang beredar sebelumnya, yang menyatakan perusahaan tak akan memberikan gaji untuk karyawan yang tidak mengambil program efisiensi tersebut karena kesulitan likuiditas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Perlu kami sampaikan bahwa sampai dengan ketetapan resmi dari perusahaan atas implementasi pensiun yang dipercepat bagi karyawan yang mendaftar untuk berpartisipasi, segala hak karyawan tetap dipenuhi oleh perusahaan mengacu pada ketentuan yang berlaku, termasuk pemenuhan pembayaran gaji,” ujar manajemen Garuda Indonesia dalam keterangan yang disampaikan humas perusahaan, Rabu, 2 Juni 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perusahaan pelat merah memastikan program pensiun dini yang dipercepat tidak bersifat wajib. Artinya, program itu bersifat sukarela dan tanpa paksaan.
Garuda Indonesia telah dua kali menawarkan program pensiun dini kepada karyawan sejak pandemi Covid-19. Program tersebut kembali dibuka setelah utang perusahaan membengkak sampai Rp 70 trilun.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan pandemi membuat perusahaan mengalami kesulitan lantaran turunnya jumlah penumpang. “Pandemi memang memukul industri kita dengan sangat dalam,” ujar Irfan kepada Tempo, Selasa petang, 1 Juni.
Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN Erick Thohir sejatinya telah memiliki empat opsi penyelamatan Garuda Indonesia. Opsi itu terlihat dalam paparan Kementerian BUMN yang telah disampaikan kepada Dewan Direksi Garuda.
Opsi pertama, Kementerian BUMN akan memberikan dukungan penuh kepada perusahaan pelat merah. Kementerian bakal terus mendukung Garuda melalui pemberian pinjaman atau suntikan ekuitas.
Cara ini telah dilakukan oleh pemerintah negara lain, seperti Singapura untuk Singapore Airliness, Hong Kong untuk Cathay Pacific, dan Cina untuk Air China. Namun, upaya ini memiliki risiko bagi perusahaan. Dukungan berupa pinjaman akan meninggalkan utang warisan yang besar dan membuat perusahaan menghadapi situasi menantang di masa depan.
Sedangkan opsi kedua, Kementerian BUMN akan menggunakan hukum perlindungan kebangkrutan untuk merestrukturisasi emiten berkode GIAA itu. Cara ini menggunakan legal bankruptcy process untuk merestrukturisasi kewajiban, misalnya utang, sewa, kontrak kerja.
Adapun opsi yurisdiksi yang akan digunakan mencakup hukum US Chapter 11, foreign jurisdiction lain seperti Inggris, dan PKPU. Cara ini pernah dilakukan pemerintah negara lain, seperti Chili untuk maskapai Latam Airlines, Malaysia untuk Malaysia Airlines, dan Thailand untuk Thai Airlines.
Namun, cara ini memiliki risiko karena tidak jelas apakah undang-undang di Indonesia mengizinkan restrukturisasi. Selain itu, restrukturisasi memang berhasil memperbaiki masalah seperti utang dan leasing, namun tidak menyelesaikan persoalan mendasar, seperti budaya dan warisan.
Selanjutnya opsi ketiga adalah merestrukturisasi Garuda dan mendirikan perusahaan maskapai nasional baru. Melalui opsi ini, Garuda dibiarkan melakukan restrukturisasi dan pada waktu yang sama, didirikan perusahaan maskapai domestik baru.
Maskapai penerbangan baru ini bakal mengambil alih sebagian besar rute domestik Garuda dan menjadi penerbangan nasional di pasar lokal. Cara ini pernah dilakukan Pemerintah Belgia untuk Sabena Airlines dan Pemerintah Swiss untuk Swiss Air.
Namun, opsi ini perlu dieksplorasi lebih lanjut sebagai alternatif agar Indonesia tetap memiliki penerbangan nasional. Adapun estimasi modal yang dibutuhkan mencapai US$ 1,2 miliar.
Opsi keempat atau terakhir ialah likuidasi Garuda. Sektor swasta dibiarkan mengisi kekosongan dan meningkatkan layanan udara, misalnya dengan pajak bandara atau subsidi rute yang lebih rendah. Cara ini pernah dilakukan Brazil untuk maskapai Varig dan Hungaria untuk Malév Hungarian Airlines. Namun dengan cara penyelamatan ini, Indonesia tidak lagi memiliki maskapai nasional pelat merah.