Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara soal bantuan langsung tunai atau BLT Mitigasi Pangan yang diumumkan kemarin. Bisakah BLT ini menekan inflasi, termasuk inflasi komponen bergejolak (volatile food)?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Inflasi volatile food itu nilainya masih 6,73 persen year on year," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK I Tahun 2024 yang dipantau secara virtual pada Selasa, 30 Januari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sri Mulyani menuturkan, inflasi volatile food bisa didorong oleh faktor distribusi logistik maupun komoditas. Misalnya dari sisi komoditas, Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) telah mengidentifikasi cabai merah, cabai rawit, bawang putih, dan beras sebagai penyumbang inflasi.
"Kami akan terus memfokuskan karena volatile food ini selain berkontribusi signifikan terhadap headline inflation, juga langsung mempengaruhi daya beli masyarakat," tutur Sri Mulyani.
Dia menuturkan, bantuan sosial alias bansos adalah instrumen di dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Adapun APBN merupakan undang-undang yang dibahas bersama seluruh partai politik oleh DPR RI.
"Dan sesudah menjadi undang-undang, dia menjadi instrumen negara bersama," ujar Sri Mulyani.
Lebih lanjut, mantan Managing World Bank ini mengatakan anggaran perlindungan sosial (perlinsos) adalah Rp 476 triliun pada 2023. Sementara pada 2024, angkanya naik 20 persen menjadi Rp 496 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan BLT Mitigasi Pangan ini juga bertujuan menyelesaikan kemiskinan ekstrem pada 2024. Seperti diketahui, kata dia, harga pangan adalah hal yang sensitif dalam menentukan kemiskinan masyarakat.
Dia menjelaskan, volatile food tidak hanya diintervensi oleh bantuan sosial dari APBN. Sebab, ada juga anggaran ketahanan pangan di dalam APBN yang sebesar Rp 104,2 triliun pada 2023, serta Rp 114,3 triliun pada tahun ini.