Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan tiga permasalahan dalam program subsidi gas 3 kilogram atau gas melon. Pertama, KPK menemukan jumlah anggaran yang digelontorkan untuk program subsidi ini justru lebih besar dari subsidi minyak tanah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedua, KPK menemukan subsidi harga gas 3 kg bermasalah mulai dari perencanaan, operasional, pengendalian, dan pengawasan. Ketiga, KPK menilai mekanisme pengendalian melalui distribusi tertutup terbukti gagal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mekanisme pengendalian melalui distribusi tertutup terbukti gagal," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara Bidang Pencegahan, Ipi Maryati, lewat keterangan tertulis, Kamis, 8 Oktober 2020.
Ipi mengatakan dalam aspek perencanaan, program gas elpiji 3 kilogram tidak menjelaskan kriteria spesifik masyarakat yang berhak menerima. Selain itu, kuota penerima LPG bersubsidi juga tidak jelas.
Dari aspek pelaksanaan, KPK menilai pengawasan distribusi masih lemah. Penetapan harga eceran tertinggi juga masih lemah, salah satunya tidak ada ketentuan yang jelas mengenai harga eceran itu. Selanjutnya, KPK juga menemukan bahwa pengaturan zonasi distribusi LPG sebagai Public Service Obligation tidak dilakukan secara cermat.
Karena itu, KPK memberikan rekomendasi yaitu mengevaluasi Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2019 terkait perluasan penggunaan LPG bersubsidi.
KPK merekomendasikan agar pemerintah mengubah kebijakan subsidi gas elpiji menjadi bantuan langsung tunai yang menggunakan data terpadu. Ketiga, KPK meminta perbaikan database untuk target penerima usaha kecil menengah.