Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Karyawan Garuda Ditahan Terkait Kasus Rapelan Gaji, Pengacara Beberkan Keganjilan Penyidikan

Kuasa hukum karyawan Garuda yang ditahan dalam kasus rapelan gaji membeberkan sejumlah keganjilan penyidikan.

17 Desember 2021 | 12.18 WIB

Pekerja kargo melakukan bongkar muat vaksin COVID-19 jenis Sinovac dari badan pesawat Garuda Indonesia setibanya dari China di Terminal Cargo Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat, 30 April 2021. Pemerintah Indonesia kembali kedatangan vaksin COVID-19 Sinovac sebanyak enam juta dosis vaksin berbentuk bulk, yang selanjutnya dibawa ke Bio Farma Bandung. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Perbesar
Pekerja kargo melakukan bongkar muat vaksin COVID-19 jenis Sinovac dari badan pesawat Garuda Indonesia setibanya dari China di Terminal Cargo Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat, 30 April 2021. Pemerintah Indonesia kembali kedatangan vaksin COVID-19 Sinovac sebanyak enam juta dosis vaksin berbentuk bulk, yang selanjutnya dibawa ke Bio Farma Bandung. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Tangerang - Eka Wirajhana, karyawan Garuda Indonesia telah ditahan di Polres Bandara Soekarno-Hatta terkait kasus transferan rapelan gaji. "Klien kami resmi ditahan penyidik Polres Bandara Soekarno-Hatta pada 8 Desember lalu," ujar Kuasa hukum Eka, Zulfikri Zein Lubis saat dihubungi Tempo, Jumat 17 Desember 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Eka, kata Zulfikri, pada 8 Desember itu memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka. "Di BAP, lalu penyidik mengeluarkan surat penetapan penahanan," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Penyidik Polres Bandara Soekarno-Hatta menjerat Eka dengan pasal 85 Undang undang nomor 3 tahun 2015 tentang transfer dana dengan ancaman 5 tahun. "Karena ancamannya 5 tahun alasan penyidik menahan Eka," katanya.

Namun, Zulfikri menerangkan, tim kuasa hukum menemukan sejumlah keanehan dan dugaan kesalahan prosedur yang dilakukan penyidik Polres Bandara Soekarno-Hatta dalam menangani kasus ini.

"Seperti surat yang tidak ada tanggalnya dan yang paling aneh surat penetapan tersangka Eka dikirim oleh pelapor (manajemen Garuda), bukan dari penyidik," kata Zulfikri.

Karena surat penetapan tersangka diterima bukan dari penyidik, Zulfikri meragukan keabsahan surat itu. "Kalau surat penetapan tersangka dikirim pelapor, kami takut keabsahannya, lagipula tidak ada tanggalnya juga."

Zulfikri telah menyampaikan masalah ini ke penyidik pada 16 Desember 2021 lalu. "Tapi penyidik berkeyakinan jika itu sesuai prosedur."

Tempo berusaha mengkonfirmasi hal ini ke penyidik Polres Bandara Soekarno-Hatta.  Kapolres Bandara Soekarno-Hatta Komisaris Besar Edwin Hatorangan Hariandja meminta Tempo menghubungi Kasatreskrim Bandara Ajun Komisaris Rheza Rahandhi.

Namun, hingga berita ini ditayangkan, panggilan telepon dan pesan yang dilayangkan Tempo belum direspons oleh Rheza.

Ketua Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) Tomy Tampatty menyebutkan permasalahan tersebut berawal dari adanya penerapan sistem penggajian yang baru (Sistem One on One) terhadap pegawai darat (non-crew).

Pada saat awal penerapan sistem yang baru,  banyak terdapat selisih kurang bayar gaji terhadap pegawai darat. "Salah satunya adalah Eka Wirajhana," katanya.

Eka selanjutnya mengajukan keberatan atas kekurangan bayar tersebut dengan mengajukan perhitungan selisih kurang bayar kepada manajemen. "Manajemen telah membayar kekurangan tersebut dengan melakukan dua kali transfer sejumlah uang kepada Eka Wirajhana," tutur Tomy.

Namun kemudian manajemen menyatakan bahwa telah terjadi double pembayaran. "Sementara Eka Wirajhana mengklaim manajemen masih kurang bayar atas uang rapelan gaji beserta denda keterlambatan pembayaran."

Tomy menilai, permasalahan yang timbul antara manajemen dengan Eka Wirajhana adalah murni permasalahan perdata/perselisihan hubungan industrial yang objek sengketanya adalah perselisihan hak (rapelan gaji).

"Perselisihan hak sebagaimana diatur dalam pada pasal 1 Ayat 2 Undang-undang nomor 2 tahun 2004 tentang penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial," ujar Tomy.

Seharusnya, kata Tomy, dalam menyelesaikan perselisihan tersebut, pihak manajemen dapat menempuh mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam Undang undang nomor 2 Tahun 2004  yang tahapan penyelesaiannya mulai dari di tingkat bipartit di internal perusahaan.

Apabila tidak terdapat kesepakatan, manajemen dapat memproses ke tingkat mediasi  di tingkat Dinas Ketenagakerjaan dan jika di mediasi tidak terdapat kesepakatan, pihak manajemen dapat menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial / PHI.

Selain menggunakan  mekanisme penyelesaian, menurut Tomy, manajemen juga dapat melakukan pemotongan gaji yang bersangkutan jika manajemen yakin benar telah terjadi double pembayaran rapelan gaji. "Mekanisme pemotongan tersebut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015," kata Tomy.

Manajemen Garuda, ujar Tomy, pernah mengirim surat yang akan melakukan pemotongan Gaji selama 36 bulan dan setiap bulan akan dipotong dari gaji yang bersangkutan. "Namun faktanya sampai saat ini manajemen tidak melakukan pemotongan gaji yang bersangkutan."

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus