Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kasus Rapelan Gaji Karyawan Garuda, Langkah Pemidanaan Karyawan Dipertanyakan

Ketua Sekarga Tomy Tampatty mempertanyakan langkah manajemen Garuda Indonesia yang mempidanakan Eka Wirajhana dalam kasus rapelan gaji.

9 Desember 2021 | 06.28 WIB

Teknisi bersiap-siap melakukan pengecekan pesawat Garuda Indonesia tipe Boeing 737 Max 8 di Garuda Maintenance Facility AeroAsia di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, 13 Maret 2019. REUTERS/Willy Kurniawan
Perbesar
Teknisi bersiap-siap melakukan pengecekan pesawat Garuda Indonesia tipe Boeing 737 Max 8 di Garuda Maintenance Facility AeroAsia di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, 13 Maret 2019. REUTERS/Willy Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Tangerang - Ketua Harian Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) Tomy Tampatty mempertanyakan langkah manajemen maskapai penerbangan pelat merah itu yang mempidanakan Eka Wirajhana dalam kasus rapelan gaji.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Tomy menjelaskan, sesungguhnya objek sengketa dalam masalah ini murni ranah perdata hubungan industrial dan hal ini dapat dilakukan oleh direktorat personalia dengan tanpa mengeluarkan biaya pengacara atau lawyer. "Menjadi tanda tanya besar  mengapa manajemen lebih memilih menggunakan lawyer dan mempidanakan karyawannya sendiri," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Rabu malam 8 Desember 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Bukankah nilai biaya lawyer akan lebih besar dari nilai rapelan gaji yang diperselisihkan? Sementara  Garuda Indonesia saat ini masih mengalami kesulitan keuangan," kata Tomy.

Tomy menilai,  permasalahan yang timbul antara manajemen dengan dengan Eka Wirajhana adalah murni permasalahan perdata/perselisihan hubungan industrial yang objek sengketanya adalah perselisihan hak (rapelan gaji). "Perselisihan hak sebagaimana diatur dalam pada pasal 1 Ayat 2 Undang-undang nomor 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial," ujar Tomy.

Seharusnya, kata dia,  dalam menyelesaikan perselisihan tersebut, pihak manajemen mulai dari tingkat bipartit di internal perusahaan. Jika tidak terdapat kesepakatan, manajemen dapat memproses ke tingkat mediasi di tingkat Dinas Ketenagakerjaan. Bila di tingkat mediasi tidak terdapat kesepakatan, pihak manajemen dapat menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial atau PHI.

Selain menggunakan  mekanisme penyelesaian, menurut Tomy, manajemen juga dapat memotong gaji pegawai yang bersangkutan jika manajemen yakin benar telah terjadi double pembayaran rapelan gaji. "Mekanisme pemotongan tersebut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015," kata Tomy.

Ia menyebutkan manajemen Garuda pernah mengirim surat yang akan melakukan pemotongan gaji selama 36 bulan dan setiap bulan akan dipotong dari gaji yang bersangkutan. "Namun faktanya sampai saat ini manajemen tidak melakukan pemotongan gaji yang bersangkutan."

Dengan tidak memotong gaji, Tomy mengatakan ini membuktikan bahwa manajemen Garuda masih ragu dengan argumentasi perhitungan kelebihan bayar rapelan gaji. "Karena Eka Wirajhana juga punya argumentasi dan perhitungan yang menyatakan manajemen masih kurang membayar rapelan gaji dan denda bunga keterlambatan pembayaran," kata dia.

Lebih jauh Tomy menjelaskan, permasalahan tersebut berawal dari adanya penerapan sistem penggajian yang baru (Sistem One on One) terhadap pegawai darat (non-crew). Pada saat awal penerapan sistem yang baru, banyak terdapat selisih kurang bayar gaji terhadap pegawai darat. "Salah satunya adalah Eka Wirajhana," kata Tomy.

Eka, kata Tomy, selanjutnya mengajukan keberatan atas kekurangan bayar tersebut dengan mengajukan perhitungan selisih kurang bayar kepada manajemen. "Manajemen telah membayar kekurangan tersebut dengan melakukan dua kali transfer sejumlah uang kepada Eka Wirajhana," tutur Tomy.

Namun kemudian manajemen menyatakan bahwa telah terjadi double pembayaran. "Sementara Eka Wirajhana mengklaim manajemen masih kurang bayar atas uang rapelan gaji beserta denda keterlambatan pembayaran," kata Tomy.

Dalam hal ini, Tomy menyebutkan, Sekarga selalu terbuka jika manajemen membutuhkan masukan dan bantuan dalam menyelesaikan setiap permasalahan hubungan industrial dengan cara dan mekanisme tanpa adanya biaya yang dikeluarkan oleh manajemen.

"Kami sangat mendukung pernyataan Dirut  Garuda Indonesia Irfan Setiaputra yang menyatakan bahwa semangat pelaporan itu adalah bagian dari komitmen manajemen dalam melakukan penegakan tata kelola perusahaan yang baik," katanya.

Namun begitu, menurut Tomy, komitmen pelaporan tersebut hanya dilakukan terhadap pegawai biasa yang terkesan tumpul ke atas tapi tajam ke bawah.

Ia menyatakan, jika komitmen tata kelola yang sesuai dengan good corporate governance dan akhlak BUMN ditegakkan, maka seharusnya manajemen Garuda juga melaporkan siapa pun yang terlibat menyalahgunakan kewenangan dalam menggunakan fasilitas perusahaan yakni dalam ketentuan charter flight. "Karena faktanya ada mitra charter yang belum melunasi pembayarannya, namun pesawat sudah dioperasikan," kata Tommy.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus