Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kementerian Perindustrian Usulkan Insentif Industri Susu Nasional

Kementerian Perindustrian mengusulkan pemberian insentif bagi industri pengolahan susu (IPS) di dalam negeri untuk meningkatkan daya saing.

16 Juli 2018 | 11.26 WIB

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meresmikan pabrik pengolahan susu baru milik PT Greenfields Indonesia di Desa Palaan, Ngajum, Kabupaten Malang, Jawa Timur, 4 Mei 2017. TEMPO/Friski Riana
Perbesar
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meresmikan pabrik pengolahan susu baru milik PT Greenfields Indonesia di Desa Palaan, Ngajum, Kabupaten Malang, Jawa Timur, 4 Mei 2017. TEMPO/Friski Riana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian mengusulkan pemberian insentif bagi industri pengolahan susu (IPS) di dalam negeri untuk meningkatkan daya saing. Direktur Industri Minuman, Tembakau, Bahan Penyegar Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin, Abdul Rochim mengatakan fasilitas fiskal tersebut merupakan bentuk apresiasi kepada pelaku usaha yang telah menjalin kemitraan dengan para peternak sapi perah lokal dan menyerap banyak susu segar dalam negeri (SSDN).

“Tentu saja bagi industri yang melakukan upaya kemitraan akan diberi apresiasi dengan pemberian insentif. Namun, ada persyaratan kemitraan yang harus dipenuhi agar dapat mengajukan permohonan insentif ini,” kata dia dalam keterangan tertulis, Ahad, 15 Juli 2018.

Baca: Rupiah Melemah, Industri Manufaktur Terancam Kalah Daya Saing

Abdul menjelaskan pemberian insentif berupa bea masuk bahan baku ini diberikan sebagai salah satu upaya Kemenperin mendorong pengembangan industri pengolahan susu nasional. Selain itu pemberian insentif bertujuan agar peternak sapi perah bertambah banyak dan meningkatkan konsumsi susu agar masyarakat tetap sehat. 

"Untuk industri yang banyak melakukan penyerapan SSDN dan dalam evaluasi kemitraannya saling menguntungkan bagi peternak, tentu akan kami fasilitasi bisa mendapat insentif ini,” tutur dia.

Melalui kebijakan tersebut, Abdul optimistis, SSDN akan terus meningkat seiring dengan keperluan industri mendapatkan insentif bea masuk bahan baku yang lebih murah. Ia juga mengatakan, ambang batas pengajuan insentif bea masuk ini akan terus dinaikkan, sebagai upaya mendorong industri melakukan SSDN lebih banyak lagi.

“Mau tidak mau industri akan mengejar target insentif tersebut tiap tahunnya. Harapannya peningkatan kualitas dan produksi dari kemitraan juga terus terjadi sehingga SSDN akan jadi opsi utama bahan baku bagi industri,” ujarnya.

Pemberian insentif ini pun merupakan salah satu poin yang dibahas dalam Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) tentang Pengembangan Industri Susu Nasional yang sedang disiapkan oleh Kemenperin.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, pihaknya fokus memacu industri pengolahan susu di dalam negeri agar semakin meningkatkan produktivitas sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumen baik di pasar domestik maupun ekspor. Oleh karena itu, pengembangan industri pengolahan susu perlu dilakukan melalui program kemitraan dengan peternak sapi perah secara terintegrasi.

“Program kemitraan tersebut, diharapkan membawa multiplier effect yang akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan penyerapan tenaga kerja, sehingga mampu menyejahterakan masyarakat,” ucap Airlangga.

Airlangga yakin pengembangan industri pengolahan susu di dalam negeri ke depannya masih cukup prospektif karena menyangkut pemenuhan kebutuhan primer manusia. Bahkan, subsektor ini juga berkontribusi penting terhadap pertumbuhan signifikan pada industri makanan dan minuman.

Menurut data Kementerian Perindustrian, hal ini ditunjukkan dengan laju pertumbuhan industri makanan dan minuman pada pada 2017 yang mencapai 9,23 persen, jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,07 persen. Di samping itu, peran subsektor industri makanan dan minuman terhadap ekonomi sebesar 6,14 persen dan terhadap PDB industri nonmigas mencapai 34,3 persen, sehingga menjadikannya subsektor dengan kontribusi terbesar dibandingkan subsektor lainnya pada periode yang sama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus