Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Frederica Widyasari Dewi, menyebutkan kerugian konsumen akibat penipuan transaksi keuangan ilegal mencapai Rp2,5 triliun. Dia mengatakan, kerugian tersebut berdasarkan laporan dari 10 bank kepada lembaganya pada 2022 hingga awal tahun 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami mendapat data dari 10 bank yang paling sering konsumennya melaporkan terkena scam and fraud dari 2022 sampai Triwulan 1 2024 jumlah kerugian yang diterima oleh konsumen adalah Rp2,5 triliun," ujar Frederica dalam sambutannya di The Ballroom Djakarta Theater, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Rabu, 11 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia berujar besarnya angka ini merupakan uang yang hilang dari para penikmat layanan keuangan akibat penipuan. Menurut Frederica, hal tersebut bisa terjadi karena para konsumen terhipnotis atau secara tidak sadar memberikan kode One-Time Password (OTP) kepada para pelaku kejahatan.
"Ini uang hilang ya karena mereka (konsumen) mungkin secara enggak sengaja, secara enggak sadar memberikan password OTP-nya," ucap dia.
Frederica mengatakan total kerugian yang diterima konsumen selama dua tahun ini berdasarkan banyaknya laporan yang masuk kepada OJK. Dia berujar, sebanyak 155 ribu pengaduan masuk ke lembaganya akibat penipuan transaksi keuangan secara ilegal.
Meskipun begitu, Frederica yakin dari 155 ribu aduan, masih lebih banyak laporan lain yang belum masuk ke OJK hingga saat ini. Sebab, kata dia, masyarakat yang telah terkena penipuan keuangan tidak secara langsung melakukan laporan dari kejadian ini kepada OJK.
"Itu adalah Rp 2,5 triliun dari sekitar 155 ribu aduan yang masuk. Saya rasa aduan ini pastinya lebih besar karena banyak orang yang kemudian kena scam dan fraud tapi tidak mengadu," kata Frederica.
Sementara itu, untuk mencegah adanya penipuan transaksi keuangan, OJK bersama anggota Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) telah meresmikan Indonesia Anti-Scam Centre atau IASC pada 22 November 2024 lalu. Frederica mengatakan pembentukan Anti-Scam Center ini untuk menangani persoalan penipuan (scam) yang terjadi di sektor keuangan secara cepat dan memberikan efek jera.
"Pembentukan IASC bertujuan untuk mempercepat koordinasi antar-penyedia jasa keuangan dalam penanganan laporan penipuan dengan melakukan penundaan transaksi dan pemblokiran rekening terkait penipuan," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Tempo pada Jumat, 22 November 2024.
Setelah melakukan pemblokiran, kata Friderica, forum ini akan mengidentifikasi pihak yang terkait penipuan, sekaligus mengupayakan pengembalian dana korban yang masih tersisa, dan melakukan upaya penindakan hukum. Pasalnya, sudah banyak yang menjadi korban penipuan atau scam di sektor jasa keuangan sehingga kejahatan ini harus segera dicarikan tindakan penanggulangannya.
“Sudah terlalu lama kita membiarkan ini terjadi dengan berakhirnya hilangnya uang yang mungkin selama puluhan tahun ditabung untuk masa tua atau untuk pendidikan anak dan sebagainya. Kita sama-sama harus bisa melakukan sesuatu bersinergi untuk melindungi konsumen dan masyarakat Indonesia,” ujarnya.