Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ketum PBNU Said Aqil soal Investasi Miras: Qath'i, Teler, dan Sembrono

Dalam penolakannya terhadap investasi industri miras beberapa hari lalu, Ketua PBNU Said Aqil Siradj menyebutkan sedikitnya tiga hal.

4 Maret 2021 | 18.26 WIB

Said Aqil dan Erick Thohir. ANTARA/Dhemas
Perbesar
Said Aqil dan Erick Thohir. ANTARA/Dhemas

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj telah menyampaikan penolakan dari organisasinya terhadap lampiran Peraturan Presiden nomor 10 Tahun 2021. Beleid yang diteken Presiden Joko Widodo atau Jokowi ini berisi daftar negatif investasi atau DNI minuman beralkohol (miras) di empat daerah yang meliputi Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Tak hanya PBNU, Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta sejumlah organisasi keagamaan, ada juga sebagian masyarakat Papua yang turut menentang izin pembukaan keran baru bagi bisnis miras. Belakangan Presiden Jokowi memutuskan mencabut lampiran beleid tersebut setelah memperhatikan banyak masukan dari sejumlah pihak. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Tempo merangkum kembali 3 ucapan penting yang disampaikan Said saat menolak lampiran aturan tersebut. Berikut di antaranya:

1. Bersifat Qath'i

Said mengatakan ketentuan mengenai haramnya khamar alias minumen keras bersifat qath'i. Artinya, status haram tersebut sudah diterangkan dalam ayat yang jelas di Al-Quran dan tidak mungkin dicari jalan supaya halal.

"Ini sudah jelas terang benderang ada dalam Al-Quran," kata Said dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 2 Maret 2021.

Hukum yang sama juga berlaku untuk hal yang wajib seperti salat hingga puasa. Ini berbeda dengan hukum untuk bunga bank yang masih menimbulkan perbedaan di kalangan ulama, apakah haram, halal, atau syubhat alias tidak jelas.

2. Bangsa Teler

Dalam kaitan fiqh, kata Said Aqil, kalau menyetujui sesuatu, berarti menyetujui dampaknya. "Kalau kita menyetujui adanya industri khamar, berarti kita setuju kalau bangsa ini teler semua," kata dia.

Padahal tanpa ada pabrik miras saja, kata dia, sudah banyak dampak yang ditimbulkan. "Apapun alasannya, PBNU menolak investasi untuk industri khamar ini," kata dia.

3. Kelihatan Sembrono

Belakangan Presiden Jokowi memutuskan mencabut lampiran beleid tersebut. Keputusan ini disampaikan setelah beleid ini menimbulkan polemik di masyarakat.

"Bersama ini saya sampaikan, saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," kata dia di YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, 2 Maret 2021.

Said pun bersyukur atas keputusan tersebut dan menilai Jokowi sosok yang arif dan bijak. Meski demikian, Said berharap polemik akibat aturan semacam ini tidak terulang kembali.

"Jadi tidak kelihatan sekali semborono, sembarangan, tidak ada pertimbangan yang bersifat agama, etika, dan kemasyarakatan," kata Said Aqil. Meskipun ia yakin, aturan yang mengatur soal investasi miras tersebut bukan datang dari Jokowi sendiri.

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus