Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Penanganan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar menjelaskan langkah penanganan sampah plastik melalui program ekonomi sirkular. Menurut dia, hal itu sudah tertuang dalam resolusi berjudul “End Plastic Pollution: Toward and Tnternational Legal Binding Instrument” yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Novrizal, Indonesia juga konsep pengelolaan sampah plastik yang didorong melalui ekonomi sirkular.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pemerintah memiliki kebijakan extended producer responsibility (memperluas tanggung jawab produsen) untuk mengurangi persoalan sampah yang berasal dari produk atau packaging-nya,” ujar dia di konferensi pers pra acara ASEAN Conference for Combatting Plastic Pollution (ACCPP) 2023 di Kantor Kemenko Marves, Jakarta Pusat, pada Senin, 16 Oktober 2023.
Dengan adanya kebijakan tersebut, kata Novrizal, berbagai produsen menyiapkan industri hilirnya seperti menyiapkan tote bag sebagai pengganti plastik dan membuat industri pengolahan sampah plastik. Dia mencontohkan perusahaan Danone, yang membuat industri pengolahan sampah plastik di Pasuruan, Jawa Timur, dengan kapasitas 30 ribu ton per tahun.
Kemudian, ada Coca-Cola Company di Cikarang, Jawa Barat, yang juga membuat industri pengolahan dengan kapasitasn 60 ribu ton sampah plastik per tahun. Serta produsen makanan dan minuman PT Mayora Indah Tbk yang membuat industri pengolahan sampah plastik di Jombang, Jawa Timur dengan kapasitas 25 ribu ton per tahun.
“Botol plastik itu diubah botol lagi, paling dalam bentuk bijih plastiknya,” tutur Novrizal.
Ekonomi sirkular, faktor yang menentukan dalam masalah sampah plastik
Menurut Novrizal, ke depan ekonomi sirkular menjadi faktor yang menentukan dalam mengatasi masalah sampah plastik. Ditambah lagi dengan dukungan kebijakan melalui konten daur ulang yang ditungkatkan, sehingga dengan sendirinya ekonomi sirkular bisa tumbuh dengan baik.
Selain itu, dia melanjutkan untuk mendukung ekonomi sirkular dalam penanganan sampah plastik juga perlu dibangun ekosistem dari hulu hingga hilir. “Tadi saya tunjukkan industri hilir itu adalah ekosistem di hilir, ekosistem di hulu itu adalah mulai dari kita sendiri, individu, rumah tangga. Memilah sampah di rumah itu adalah ekosistem penting sebenarnya,” ucap dia.
Novrizal mengatakan ada pula yang terlibat dalam ekonomi sirkular yakni partisipasi publik melalui gerakan bank sampah atau sedekah sampah yang mulai tumbuh di Indonesia. Termasuk juga tumbuhnya social ecopreneur. Ditambah lagi dengan pemerintah yang meningkatkan kapasitas sektor informal yang selama ini menjadi tulang punggung dari ekosistem itu sendiri.
“Jadi kita bisa lihat mungkin hampir 80 persen misalnya bahan baku industri kertas yang berasal dari sampah kertas itu di-supply-nya dari sektor informal,” kata Novrizal.
Bahkan, konsep ekonomi sirkular itu tidak hanya diterapkan pada sampah plastik, termasuk sampah kertas, dan sampah organik.“Jadi kalau sampah organik itu diolah teknologi misalnya maggot atau komposting itu masuk kategori menurut teorinya masuk ke sirkular ekonomi. Jadi kita juga mendorong itu sebenar ya,” ujar dia.