Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI melaporkan tindak lanjut atas sejumlah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di proyek LRT Jabodebek. Salah satu temuannya yaitu ketidaksesuaian spesifikasi komponen LRT dari seharusnya pengait kereta atau coupler otomatis menjadi coupler manual.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Executive Vice President LRT Jabodebek dari KAI, Mochamad Purnomosidi mengatakan saat ini INKA sebagai produsen LRT telah melakukan pengadaan coupler otomatis pengganti. Pengadaan tahap pertama akan tiba di pabrik INKA pada November 2021 dan dilanjutkan dengan uji coba pemasangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Penggantian automatic coupler direncanakan dapat diselesaikan sepenuhnya untuk 31 trainset (rangkaian kereta) pada Mei 2022," kata Purnomosidi
Adapun temuan BPK itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Tahun 2017-2019 pada KAI dan Anak Perusahaan Terkait Lainnya di Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan Sumatera Selatan.
Dalam laporan ini, BPK mencatat ada beberapa pekerjaan yang tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan KP 765 Nomor 2017. Ada dua yang disoroti yaitu coupler dan juga pemasangan alat deteksi anjlokan (derailment detection system).
INKA seharusnya memasang pengait dengan sistem automatic tight coupler yang dapat dikendalikan dari kabin secara otomatis. Namun, pengait yang terpasang tersebut berjenis automatic tight lock coupler standar AAR 10 yang sistemnya masih manual.
Selain itu, BPK menemukan ketidaksesuaian pada pekerjaan derailment detection system. Semestinya alat ini terpasang pada area bogie yang letaknya berdekatan dengan roda kereta. Namun temuan menunjukkan dalam satu rangkaian kereta, derailment detection system pada kereta motor car atau MC dipasang pada bagian body dan bogie.
Sedangkan pada kereta lainnya, seperti kereta ganda listrik (kereta M) dan kereta T atau non-penggerak, derailment detection system dipasang pada area body yang letaknya di bagian bawah kereta. “Ketidaksesuaian pemasangan alat tersebut pada kereta M dan kereta T dikhawatirkan berpengaruh pada sistem pendeteksian secara dini apabila kereta mengalami anjlok,” tulis temuan BPK.
Tapi masalah ini sudah ditindaklanjuti KAI dan INKA. Menurut Purnomosidi, KAI telah berkoordinasi dengan INKA dan beberapa pihak terkait mengenai perbedaan pemahaman tentang penempatan peralatan ini di dalam suatu rangkaian LRT.
Mereka telah menggelar pertemuan pada 8 Januari 2020. Purnomosidi pun menyebut pertemuan tersebut telah menghasilkan kesepakatan mengenai masalah penempatan peralatan di LRT ini dan telah dilengkapi hasil uji dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.