Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Herman Khaeron meminta pemerintah untuk berpikir ulang usai melarang penjualan liquefied petroleum gas atau gas LPG 3 Kilogram di tingkat pengecer. Menurut Herman larangan itu terbukti menyebabkan kelangkaan stok gas LPG 3 kg di beberapa daerah di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Menurut saya kebijakan ini harus dikaji ulang. Karena yang salah kan bukan persoalan penyaluran sampai tingkat penerima dikarenakan oleh aturannya. Tetapi ini kan oleh pelanggarannya yang melebihi harga eceran tertinggi (HET),” ujar Herman saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Senin, 3 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Herman menyatakan saat ini HET LPG 3 Kg sebesar Rp18.000, tapi kalau harga itu naik menjadi Rp25.000 di tingkat pengecer maka itu jelas melanggar aturan. Herman menilai pelanggar HET itulah yang harus ditertibkan, alih-alih melarang penjualan di tingkat warung atau pengecer.
Politikus Partai Demokrat itu menjelaskan penyaluran gas LPG 3 Kg di tingkat pengecer melalui warung sembako tetap diperlukan. Ia beralasan karena warung merupakan subordinasi dari pangkalan yang terdaftar resmi di Pertamina. Ia menekankan pada tanggung jawab penerapan HET gas 3 Kg di tingkat pengecer ada pada pemilik agen atau pemilik pangkalan.
Oleh karena itu, jika terjadi pelanggaran harga dalam distribusi gas 3 Kg, Herman mengusulkan bahwa agen dan pemilik pangkalan itu yang dihukum. “Bukan warung yang ditiadakan, tapi bagaimana menjamin bahwa si agen, si pengecar yang terdata sebagai perusahaan di Kementerian ESDM cq Pertamina betul-betul komit terhadap apa yang menjadi peraturan pemerintah dalam hal penyaluran gas LPG 3 Kg,” katan Herman.
Bagi Herman, penting untuk memastikan sistem distribusi gas bersubsidi itu secara cermat agar bisa diterima oleh masyarakat yang benar-benar berhak dengan harga yang tepat.
Sebelumnya Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyampaikan bahwa mulai 1 Februari 2025, LPG 3 kg hanya dapat dibeli di pangkalan resmi yang terdaftar di Pertamina. Langkah ini dilakukan untuk memastikan harga yang sesuai dengan HET yang ditetapkan pemerintah.
Bagi pengecer yang ingin tetap berjualan, pemerintah membuka peluang untuk mereka menjadi agen resmi dengan mendaftarkan diri melalui sistem One Single Submission (OSS). Pemerintah juga memberikan masa transisi selama satu bulan hingga Maret 2025 untuk mengubah status pengecer menjadi pangkalan resmi.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa tidak ada kelangkaan LPG 3 kg, melainkan adanya pembatasan pembelian untuk memastikan distribusi yang lebih merata. Menurutnya, jika sebuah rumah tangga biasanya membeli 10 tabung per bulan tetapi tiba-tiba membeli 30 tabung, maka akan dilakukan pembatasan.
“Subsidi LPG ini menelan anggaran lebih dari Rp80 triliun. Kami ingin memastikan bahwa subsidi ini benar-benar diterima oleh masyarakat yang berhak, bukan untuk keperluan industri atau pihak yang tidak berhak,” tegas Bahlil.
Meski pemerintah menegaskan bahwa distribusi LPG 3 kg masih cukup, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertrans) DKI Jakarta, Hari Nugroho, mengungkapkan adanya kelangkaan di beberapa wilayah akibat pengurangan kuota elpiji bersubsidi pada tahun 2025.
Diketahui, kuota elpiji subsidi untuk Jakarta tahun ini sebesar 407.555 metrik ton (MT), lebih kecil dari realisasi penyaluran tahun 2024 yang mencapai 414.134 MT. Faktor lain seperti libur nasional juga mempengaruhi distribusi LPG, karena alokasi stok harus disesuaikan dengan jadwal distribusi yang telah ditetapkan.
Dani Aswara dan Michelle Gabriela berkontribusi pada penulisan berita ini.
Pilihan Editor: 100 Hari Kabinet Prabowo: Besar Angan Brigade Pangan