Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Tim SAR gabungan masih terus mencari memori kotak hitam atau black box berupa rekaman perekam suara kokpit atau CVR milik pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu. Proses pencarian sempat terkendala oleh cuaca buruk dan tingginya gelombang laut yang mengganggu aktivitas penyelam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Hari ini semoga dapat karena cuaca cerah,” tutur Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut atau Kadispenal Laksamana Pertama (Laksma) TNI Julius Widjono saat dihubungi pada Sabtu, 16 Januari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, penyelam baru menemukan baterai dan casing kotak hitam CVR. Adapun bagian kotak hitam lainnya berupa perekam data penerbangan atau flight data recorder (FDR) sudah dievakuasi oleh Tim SAR beberapa waktu lalu.
Lantas, seberapa penting memori CVR ditemukan untuk proses investigasi?
Pengamat penerbangan dari Aviatory, Ziva Narendra, mengatakan penemuan CVR sangat krusial. CVR akan melengkapi data investigasi yang dihimpun Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) berupa unduhan data FDR, rekaman kontak dan riwayat penerbangan yang dimiliki air traffic controller (ATC), data dari sistem ADSB, data dari kesaksian mata, data dari objek yang dikumpulkan seperti bangkai pesawat, dan lainnya.
“Sehingga terkumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk investigasi yang utuh,” katanya.
Ziva menerangkan, CVR berisi rekaman percakapan serta suara lainnya yang terjadi di dalam ruang kokpit. Rekaman dalam data ini berdurasi 2 jam terakhir selama penerbangan berlangsung.
Menurut Ziva, bila CVR tidak kunjung ditemukan, investigasi tetap dilanjutkan. Namun, penelaahan dilakukan dengan data atau bukti yang ada.
Seperti pencarian CVR pesawat AirAsia QZ8501 dan Lion Air JT610, proses pencarian kotak hitam FDR dan CVR diakui membutuhkan waktu lebih. “Karena ada kemungkinan posisinya tertimbun objek dalam carcass pesawat atau objek lainnya,” ucapnya.
KNKT sebelumnya menjelaskan akan menempuh beragam cara untuk menginvestigasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 bila CVR tidak ditemukan. Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menyatakan mengatakan lembaganya akan menganalisis temuan yang terekam dari berbagai sumber, seperti komunikasi pilot dengan air traffic controller hingga flight data recorder atau FDR.
KNKT, kata dia, akan mendeteksi noise atau suara di balik percakapan yang tertangkap sebelumnya. "Kami akan gunakan segala macam cara. Ketika pilot jawab ke AirNav, kami dengarkan berulang kali bahkan sampai seribu kali," ujar Soerjanto di Posko JICT 2, Tanjung Priok, 13 Januari lalu.
Soerjanto menerangkan, dari ACT, KNKT memungkinkan mendeteksi bunyi-bunyi khusus yang mengindikasikan terjadinya keadaan tertentu lewat suara yang tekirim ke tower AirNav. KNKT akan mencocokkan bunyi itu dengan 85 macam bunyi yang diberikan oleh pabrikan pesawat.
"Kalau di belakang ada bunyi tet, tot, tetet kami punya contoh suara. Misalnya bunyi tetet itu mesinnya mau mati," ujar KNKT.
Meski demikian, data yang diperoleh investigator dari saluran-saluran, seperti ACT hingga FDR, sangat terbatas untuk menarik kesimpulan. Karena itu, penemuan CVR sama pentingnya dengan penemuan kotak hitam FDR.
CVR, kata Soerjanto, akan memberikan petunjuk kecelakaan pesawat dari saluran yang terekam di ruang kokpit, yang tidak terekam di saluran lainnya. Bila CVR ditemukan, investigator akan segera mengunduh data tersebut. Pengunduhan data memerlukan waktu sekitar 2-5 hari. Adapun proses investigasi kecelakaan Sriwijaya Air ini tergantung pada kompleksitas temuannya nanti.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA