Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Indeks Alfa Penghambat Upah

Upah yang minim membuat ketimpangan melebar. Pakar ekonomi mempertanyakan indeks alfa dalam upah minimum provinsi 2024.  

25 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Beberapa kota/kabupaten menetapkan upah minimum jauh di atas UMP.

  • Pemerintah kota dan kabupaten diduga tak mengikuti batasan indeks dalam formula upah.

  • Pakar ekonomi mengkritik keberadaan indeks alfa dalam formula pengupahan.

LALU LINTAS di jalan tol Jakarta-Cikampek tersendat dari siang hingga malam hari pada Kamis kemarin. Pantauan CCTV di laman Badan Pengatur Jalan Tol pada pukul 19.21 menunjukkan antrean kendaraan terjadi dari KM 00 hingga KM 22 arah Cikampek. Kemacetan juga terjadi di jalan arteri Kabupaten Bekasi.

Tersendatnya arus kendaraan itu melumpuhkan arus distribusi barang ke Bekasi. "Beberapa pengusaha melaporkan mereka tidak dapat mengirim atau menerima bahan baku sesuai dengan jadwal," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Kota Bekasi Farid Elhakamy, kemarin.

Hiruk-pikuk itu berpusat pada satu peristiwa: unjuk rasa kelompok buruh di beberapa lokasi di Kota dan Kabupaten Bekasi. Beberapa titik aksi antara lain kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi dan Kawasan MM2100 Cibitung, Kabupaten Bekasi. 

Titik demonstrasi di Bekasi menyebabkan kepadatan di Jalan Ahmad Yani, Jalan Ir Juanda, dan Jalan KH Noer Alie. Sementara itu, demo di Cibitung menghambat kendaraan keluar jalan tol dan menyebabkan kemacetan di jalur bebas hambatan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pekerja berjalan kaki karena akses kendaraan menuju Kawasan Industri MM 2100 ditutup buruh yang melakukan aksi di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 23 November 2023 ANTARA/ Fakhri Hermansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam aksinya, ratusan buruh menolak besaran upah minimum provinsi (UMP) Jawa Barat 2024 yang hanya naik Rp 70.825 atau 3,57 persen dari UMP 2023. Massa bubar pada malam hari setelah penjabat Wali Kota Bekasi Raden Gani Muhammad menandatangani surat rekomendasi ihwal usulan kenaikan UMK Kota Bekasi sebesar 14,02 persen.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan besaran kenaikan tersebut relevan untuk menyesuaikan inflasi barang-barang kebutuhan pokok. Walau demikian, ia menyadari kenaikan upah yang direkomendasikan Pemerintah Kota Bekasi itu tidak sesuai dengan formula yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023. 

"Kenaikan tersebut menggunakan indeks tertentu sebesar 1,0 sampai 2,0, bukan alfa yang ditentukan oleh PP 51 Tahun 2023 antara 0,1 dan 0,3," katanya. Tak hanya Kota Bekasi, kenaikan upah di atas hitungan formula PP tersebut juga dilakukan oleh Kabupaten Bekasi yang merekomendasikan kenaikan UMK sebesar 13,99 persen; Kabupaten Majalengka 14,81 persen; Kabupaten Karawang 12 persen; dan Kabupaten Subang 12,33 persen.

Mempertanyakan Indeks Alfa

Indeks tertentu yang disimbolkan dengan alfa sudah menjadi bulan-bulanan kelompok buruh sejak diperkenalkan oleh pemerintah dalam formula penghitungan upah minimum pada tahun lalu. Tahun ini, formula dan indeks tersebut justru semakin kukuh karena dimuat dalam bentuk peraturan pemerintah, dari sebelumnya peraturan Menteri Ketenagakerjaan.  

Masalahnya, indeks yang dibatasi oleh aturan hanya bisa ditetapkan sebesar 0,1-0,3 itu membuat kenaikan upah buruh terbatas karena angka tersebut menjadi faktor pengali atas pertumbuhan ekonomi sebelum dijumlahkan inflasi. 

Sejak tahun lalu, pemerintah telah menetapkan formula kenaikan upah minimum, yakni inflasi ditambah perkalian antara bilangan alfa dan pertumbuhan ekonomi. Menyitir Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022, alfa adalah indeks tertentu yang menggambarkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan 0,1-0,3.

Ketentuan serupa muncul dalam PP Nomor 51 Tahun 2023. Namun, pada aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja ini, pemerintah menyebutkan alfa ditentukan dewan pengupahan di daerah dengan pertimbangan tingkat penyerapan tenaga kerja, rata-rata upah, dan faktor lain yang relevan dengan kondisi ketenagakerjaan. Untuk upah minimum kota atau kabupaten, kondisi ketenagakerjaan juga mempertimbangkan paritas daya beli.

UMP menjadi acuan untuk rekomendasi upah minimum kota dan kabupaten (UMK). Menyitir Pasal 33 PP Nomor 51 Tahun 2023, jika penghitungan UMK hasilnya sama atau di bawah UMP, nilai tersebut tidak dapat direkomendasikan oleh wali kota atau bupati. Rekomendasi hanya bisa dilakukan jika hasil penghitungan UMK lebih tinggi dari UMP. Nantinya rekomendasi tersebut dapat ditetapkan oleh gubernur jika metode penghitungannya sesuai dengan formula yang ditetapkan pemerintah. 

"Dalam hal hasil rekomendasi bupati/wali kota tidak sesuai dengan formula penghitungan upah minimum, gubernur tidak dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota," demikian tertulis dalam aturan tersebut.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Elly Rosita Silaban mengatakan hingga saat ini formula itu tidak disepakati kalangan buruh. "Munculnya indeks tertentu yang disimbolkan dengan alfa membuat kenaikan upah tidak bisa lebih dari 6 persen karena alfa berperan mengurangi persentase pertumbuhan ekonomi," ujarnya. 

Walhasil, dalam rapat pleno di Dewan Pengupahan Nasional, ketentuan itu ditolak buruh. Para pekerja meminta rentang alfa berada di 0,5 hingga 1. Dengan demikian, kenaikan upah bisa mencapai 10 persen.

Penjelasan Alfa Versi Pemerintah

Pekerja menghitung uang tunjangan hari raya (THR) yang diterimanya di pabrik di Kudus, Jawa Tengah, 29 April 2021. ANTARA/Yusuf Nugroho 

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri menjelaskan bahwa alfa merupakan kontribusi ketenagakerjaan dalam pembangunan ekonomi di suatu wilayah. Artinya, angka tersebut kecil lantaran pembangunan ekonomi di suatu wilayah tidak hanya ditopang oleh ketenagakerjaan.

"Dalam diskusi-diskusi kami dengan pakar, kontribusi ketenagakerjaan di suatu wilayah di Indonesia itu dirata-rata maksimal 0,3 atau 30 persen dari total pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah," kata Indah.

Dia mengaku telah mendiskusikan hal itu dengan akademikus bidang geografi dan statistik yang ada dalam Dewan Pengupahan Nasional. Sementara itu, dia berujar, di sektor lain, seperti energi, pertambangan, dan pariwisata, belanja pemerintah lebih berkontribusi dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah. 

Terlebih, menurut dia, kontribusi ketenagakerjaan terhadap perekonomian di suatu wilayah bahkan bisa mencapai minus. Karena itu, pemerintah menentukan rentang 0,1-0,3. Di sisi lain, ia mengingatkan bahwa ketentuan UMP hanya berlaku bagi pekerja dengan masa jabatan di bawah satu tahun sehingga kenaikannya sangat tipis, tak lebih dari Rp 250 ribu. "Karena ini untuk pekerja di bawah satu tahun kenaikannya tidak mungkin sampai Rp 1-2 juta." 

Membuat Upah Riil Menurun

Kritik soal indeks tertentu itu tak hanya muncul dari kalangan pekerja. Sejumlah ekonom juga mempertanyakan asal muasal bilangan alfa. Musababnya, kalau disebut sebagai kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi, guru besar ekonomi Universitas Padjadjaran, Arief Anshory Yusuf, menilai rentang yang ditetapkan pemerintah terlampau kecil. 

Apalagi pemerintah menyebutkan pertimbangan penetapan variabel tersebut hanya tingkat penyerapan tenaga kerja dan rata-rata upah. "Saya khawatir formula ini tidak mempertimbangkan kenaikan kualitas dan produktivitas tenaga kerja," katanya. Padahal, semestinya kalau berbicara soal kontribusi ketenagakerjaan terhadap pertumbuhan ekonomi, dua komponen tersebut juga harus dilihat.

Kalau jumlah penyerapan, kualitas, dan produktivitas tenaga kerja positif, kata Arief, bilangan Alfa berpotensi melampaui 0,3. Karena itu, adanya pembatasan tersebut justru dianggap menafikan potensi kenaikan hak pekerja di atas pertumbuhan ekonomi. Kendati demikian, ia mengakui bahwa perkara kualitas dan produktivitas datanya tidak mudah untuk diperoleh. 

Untuk itu, Arief menyarankan pemerintah tidak mempergunakan bilangan alfa atau setidaknya tidak membatasi rentang nilai indeks tersebut. "Kalau dipaksakan, akan lebih banyak salahnya, padahal menyangkut hayat hidup orang banyak," ujarnya. Karena itu, ia meminta agar ketentuan tersebut direvisi menjadi lebih fleksibel.

Pertimbangan lainnya, formula itu juga tidak sejalan dengan niat pemerintah membuat pertumbuhan ekonomi lebih inklusif. Sebab, jika ingin mencapai cita-cita tersebut, pertumbuhan upah riil pekerja harus lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi. Faktanya, berdasarkan hitung-hitungan Arief, upah riil pekerja justru turun 2,1 persen pada 2018-2023. "Sementara itu, PDB (produk domestik bruto) naik belasan persen (dalam periode yang sama)," tuturnya.

Adanya formula itu akan membuat upah riil pekerja semakin sulit mengejar pertumbuhan ekonomi, yang berujung pada ketimpangan yang semakin lebar. Terlebih inflasi yang dipergunakan dalam ketentuan ini juga merupakan inflasi umum yang biasanya lebih kecil dari inflasi pangan dan kenaikan garis kemiskinan. "PP ini membuat upah riil harus lebih kecil dari pertumbuhan ekonomi karena selamanya variabel itu akan dikali alfa yang lebih kecil dari 1." 

Padahal, Arief berpendapat, kontribusi kenaikan upah minimum sangat besar terhadap upah mayoritas pekerja di Indonesia. Alasannya, upah rata-rata pekerja nyatanya masih selalu di bawah upah minimum. Berbeda dengan kondisi di negara lain yang upah minimumnya selalu di bawah upah rata-rata pekerja. "Kenaikan upah minimum akan memberikan sinyal bagi kenaikan pendapatan pekerja secara umum." 
  
Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah juga mempertanyakan besaran rentang nilai alfa yang diatur dalam PP Nomor 51 Tahun 2023. Dia berujar, pemerintah tidak membuka landasan pemikiran dan logika dasar dari angka alfa. "Angka alfa ini merepresentasikan apa? Kalau merepresentasikan kontribusi tenaga kerja dan pembentukan output, apakah iya di Indonesia kontribusi tenaga kerja hanya sedemikian kecil?" katanya. Ia balik mempertanyakan kontribusi kapital jika kontribusi ketenagakerjaan hanya diasumsikan di bawah 30 persen.

Adapun Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menilai bilangan alfa semestinya bisa semakin tinggi jika suatu industri bersifat padat karya. Indeks tersebut juga seharusnya dipengaruhi kondisi industri di setiap wilayah. Namun, karena nilai alfa sudah dipatok dalam rentang 0,1-0,3, kenaikan UMP akan selalu konservatif.

Jika hanya dibatasi maksimum 0,3, kata Yusuf, artinya pemerintah memandang rendah kontribusi pekerja dalam pertumbuhan ekonomi. "Meski kita negara dengan jumlah tenaga kerja berlimpah, tidak selayaknya kontribusi buruh direndahkan begitu, terlebih untuk industri padat karya," katanya. Ia menyebutkan rentang alfa yang adil bagi pekerja dan dunia usaha adalah di 0,4-0,7. 

CAESAR AKBAR | RIANI SANUSI | ADI WARSONO (BEKASI)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus