Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wacana Indonesia mengimpor minyak mentah ke Rusia menjadi perbincangan dalam rapat kerja Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Salah satunya dari anggota DPR RI Fraksi PKB Syaikhul Islam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia meminta terobosan kebijakan harus dilakukan pemerintah agar harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite dan solar tidak naik. Dia mencontohkan wacana impor minyak ke Rusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kenapa tidak dilakukan? hanya karena takut sanksi dari negara-negara barat? Itu goblok sekali. Kenapa? Karena sekutu-sekutu Amerika Serikat yang di Eropa itu tetap mengimpor minyak Rusia kok,” ujar dia di Gedung Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Agustus 2022.
Syaikhul menilai aneh jika tawaran harga minyak di Rusia lebih murah 30 persen dari harga pasar internasional, tapi Indonesia tidak mengambilnya. Padahal, kata dia, dengan harga yang lebih murah, itu bisa membuat harga BBM tidak naik, bahkan dapat diturunkan jika memungkinkan.
“Dan ini kami berharap pemerintah berani mengambil langkah-langkah yang penting untuk kemaslahatan rakyat,” tutur dia.
Sebelumnya, wacana impor minyak Rusia muncul dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno di acara CEO Master Mind beberapa waktu lalu. Dia mengatakan bahwa perang Rusia dan Ukraina akan berlangsung lama. Rusia, kata dia, setiap harinya di tengah harga minyak global naik, saat ini menjual dengan harga di bawah pasar, keuntungannya US$ 6 miliar per hari.
“Cost of war kira-kira berapa? USS 1 miliar, jadi Rusia profit setiap hari berapa? US$ 5 miliar,” ujar dia dalam video yang diunggah melalui akun Instagram pribadinya pada 20 Agustus 2022.
Melihat itu, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu melanjutkan, Indonesia harus pintar. Rusia juga menawarkan minyak tersebut di Indonesia dengan harga 30 persen lebih murah dari harga minyak di pasar internasional. Salah satu negara yang sudah mengambil peluang adalah India.
“Kalau buat teman-teman CEO master mind ambil enggak? Ambil, Pak Presiden Joko Widodo alias Jokowi juga mikirnya sama. Ambil,” katanya.
Solusi Jika Diembargo AS
Namun, Sandiaga berujar, ada yang tidak setuju, karena nanti khawatir di-embargo oleh Amerika Serikat. “Ya biarin saja kalau di embargo paling kita enggak bisa makan McDonald. Makan Baba Rafi-lah,” tutur dia.
Sandiaga mengatakan terkadang apa yang terlihat itu berbeda dari berbagai perspektif geopolitik dan ekonomi makro.
“Kenapa kita takut enggak ngambil minyak Rusia karena takut swift-nya dimatikan, kalau swift dimatiin kita enggak bisa ngirim ke US$. Kata rusia enggak usah takut pakai Ruble saja, convert Rupiah ke Ruble,” ucap Sandiaga.
Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Pieter Abdullah Redjalam, menanggapi wacana Indonesia impor minyak dari Rusia. Menurut Pieter ada faktor lain yang harus dipertimbangkan bagi Indonesia khususnya sejauh mana keterkaitan dengan ekonomi Amerika Serikat.
Karena Amerika juga bisa menggunakan “tangan” lain untuk mengembargo Indonesia jika benar-benar impor minyak mentah ke Rusia.
“Kalau kita berani mengimpor dari Rusia, harus siap untuk menghadapi sanksi-sanksi dari Amerika. Harus berani siap juga "berhadapan" dengan semua pihak Amerika, ada Jepang dan Korea Selatan di Asia ini,” kata Pieter. “Termasuk juga dengan Singapura.”
Jadi, Pieter berujar, konsekuensinya harus dipertimbangkan secara matang. Karena Indonesia harus melihat sejauh mana dibutuhkan negara lain. Berbeda dengan Cina dan India yang berani karena jaringannya lebih solid dan kuat. “Mereka dibutuhkan oleh nehara lain bukan membutuhkan negara lain.”
Dia mencontohkan misalnya Cina yang konfrontasi dengan Amerika, Negeri Tirai Bambu itu jelas dalam posisi di pihak Rusia. Indonesia tidak mungkin mengikuti Amerika untuk mengembargo Cina, karena Indonesia membutuhkan Cina.
“Dan saya kira negara-negara lain juga seperti itu dengan Cina. Karena Cina itu pasarnya mereka. Kalau mereka mengembargo Cina mereka akan rugi sendiri ya,” tutur Pieter.
Negara lain seperti Singapura dan Malaysia juga tidak berani berhadapan dengan Cina sekalipun diperintahkan oleh Amerika untuk mengembargo Cina. Karena jika berani mengembargo Cina, maka dua negara itu akan kesulitan sendiri, persis seperti Eropa yang mengahadapi Rusia saat ini.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini