Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Molor Target Proyek Pembangunan BTS Bakti Kominfo

BAKTI Kominfo tercatat baru merampungkan 2.060-2.070 tower untuk tahap pertama.

7 Juni 2022 | 17.23 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Proyek base transceiver station atau BTS yang tengah digarap Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo molor dari target. Proyek yang diinisiasi sejak akhir 2020 ini direncanakan menyentuh 7.904 titik blankspot serta 3T atau terdepan, terluar, dan tertinggal hingga 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembangunan terbagi atas dua tahap. Tahap pertama, BTS ditargetkan berdiri di 4.200 lokasi dan penggarapannya semestinya telah rampung pada 2022. Sedangkan sisanya diselesaikan sampai 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun hingga kuartal II 2022, BAKTI tercatat baru merampungkan 2.060-2.070 tower untuk tahap pertama. “Itu yang sudah on air,” kata Kepala Divisi Infrastruktur Lastmile Backhaul BAKTI Feriandi Mirza saat ditemui di kantornya, Jakarta Selatan, 3 Juni 2022.

Feriandi mengatakan ada berbagai hambatan yang dialami oleh pekerja di lapangan baik di daerah Papua dan non-Papua. Di wilayah luar Papua, dia bercerita penyelesaian proyek pembangunan BTS sempat terganggu oleh pandemi Covid-19 yang mempengaruhi rantai pasok.

Selama wabah meruak, dia beralasan kontraktor BTS kesulitan mendapatkan perangkat microchip yang masih banyak diimpor dari negara lain, seperti Cina. “Karena perangkat (telekomunikasi) ini mostly 100 persen masih impor,” katanya.

Pasokan perangkat telekomunikasi dari negara-negara produsen microchip menyusut lantaran produksi berkurang. Ditambah lagi, lalu-lintas logistik dari satu negara ke negara lain terganggu karena kebijakan lockdown.

Sementara itu di wilayah Papua, penyelesaian pembangunan BTS sempat terkendala oleh beberapa masalah. Misalnya, soal keamanan. Feriandi bercerita entitasnya sempat diminta menghentikan sementara proyek pembangunan BTS oleh Kepolisian Daerah Papua setelah tragedi penembakan delapan pekerja Palapa Ring Timur.

“Plus ada kejadian lain, insiden kecil di berbagai area di Provinsi Papua. Intinya kamu bukan ingin menempatkan pekerja di risiko yang sama,” ucap dia. Selain masalah keamanan, Feriandi menyinggung persoalan geografis di beberapa titik di Papua yang sulit dijangkau dengan akses darat.

Untuk beberapa wilayah, ia mengatakan pengiriman material harus diangkut menggunakan helikopter. Rantai panjang pengiriman ini diklaim membuat pekerjaan tak selesai tepat waktu.  

Meski demikian, Feriandi mengatakan BAKTI menargetkan seluruh pembangunan BTS untuk tahap pertama akan rampung pada akhir 2022. Secara paralel, BAKTI akan mencicil pembangunan tahap kedua di 1.200 titik. Sehingga total pada akhir tahun, 5.400 tower direncanakan berdiri.

“Kami tadinya (untuk tahap kedua) akan membangun sesuai anggaran 2.300 (BTS). Tapi karena ada utang yang harus diselesaikan (tahap pertama), takutnya terlalu banyak dikerjakan, kita lakukan penyesuaian, kita kurangi target 1.200,” kata Feriandi.

Skema Pembangunan BTS

Proyek 4G BTS merupakan proyek strategis nasional yang didanai dari iuran perusahaan operator yang dikelola BAKTI sebagai bagian dari APBN. Pembangunan BTS menggunakan skema kontrak tahun jamak atau multiyears. Untuk tahap pertama, penyaluran anggaran dilakukan secara penuh ke kontraktor mitra per Desember 2021.

Namun pada akhir tahun lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika mengusulkan agar jangka waktu pengerjaan BTS tahap pertama diperpanjang hingga Maret 2022. Karena itu, kontraktor diminta menyertakan tambahan bank garansi.

“Mereka harus ada bank garansi sebesar nilai pekerjaan yang belum diselesaikan,” kata Feriandi.

Adapun pembangunan BTS tahap pertama melibatkan tiga konsorsium. Konsorsium pertama adalah konsorsium Lintasarta, Huawei, dan SEI yang melakukan pekerjaan di Papua dan Papua Barat. Jumlah BTS yang digarap konsorsium ini 954 sites.

Kemudian konsorsium kedua adalah IBS dan ZTE. Konsorsium ini melakukan pekerjaan di wilayah Papua dengan jumlah 1.811 sites. Lantas konsorsium ketiga adalah Fiberhome, Telkom Infra, dan MTD. Konsorsium tersebut melakukan pekerjaan di wilayah non-Papua, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumatera, Maluku, Sulawesi, dengan total 1.435 sites.

Setelah pekerjaan rampung, operator seluler dalam negeri akan mengoperasikan BTS. Feriandi mengatakan XL Axiata akan menjadi operator di BTS wilayah Sumatera. Sedangkan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua dioperatori Telkomsel.

Pembangunan BTS Perlu Ditinjau

Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan pembangunan BTS tak luput dari pelbagai tantangan. “Dari medan untuk akses ke BTS yang berat, pengiriman material terkendala, hingga keamanan,” katanya.

Namun, menurut dia, masalah penyediaan jaringan kepada masyarakat harus segera diselesaikan sesuai jadwal. Musababnya, penyediaan Internet broadband sudah sangat mendesak.

“Kalau pun ada keterlambatan diharapkan jangan terlalu lama. Kita memberikan kepercayaan besar pada Bakti dan berharap tugas besar dapat dituntaskan,” ucapnya.

Adapun Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Next Policy Fithra Faisal melihat proyek BTS sebagai pengembangan dari Palapa Ring perlu ditinjau lagi pembangunannya. Musababnya, pembangunan Palapa Ring sebagai backbone atau tulang punggung masih banyak mengalami hambatan, utamanya di pulau-pulau terpencil.

“Itu saja sudah cukup merepotkan. Ditambah lagi pembangunan BTS yang juga sama-sama menyulitkan. Saya rasa itu yang menyebabkan perkembangan Palapa Ring plus backhaulnya, yaitu BTS, memang cukup terbatas,” katanya.

Sebagai alternatif, pemerintah bisa memilih opsi lain memperluas jaringan Internet dengan cara yang lebih efisien. Misalnya dengan membangun starlink yang telah dikembangkan Space X. Teknologi yang telah dipakai di Ukraina itu terbukti dapat dimanfaatkan di tengah perang.

Semestinya, ujar Fithra, dalam kunjungan Presiden Joko Widodo alias Jokowi ke kantor Space X untuk menemui Elon Musk beberapa waktu lalu, opsi-opsi penyediaan jaringan telekomunikasi ini turut dibicarakan. “Tapi kenapa Menkominfo saat itu tidak ikut?” kata dia.

FRANCISCA CHRISTY ROSANA | VINDRY FLORENTIN

Baca: Kominfo Dorong Anak Muda Wujudkan Komunitas Digital ASEAN

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus