Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan penyebab terjadinya gelembung gas dan tumpahan minyak di Sumur YYA-1, Proyek YY Blok ONWJ, baru bisa diketahui 3 hingga 6 bulan setelah kejadian. Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan, saat ini pihaknya masih mengumpulkan data-data serta memerlukan waktu untuk melakukan simulasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Target kami dalam 3 sampai 6 bulan ketemu lah, tapi [sebelumnya] pengalaman ini kami sebarkan ke KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) lain agar memastikan prosedur ataupun [memperkecil] human error," tuturnya di kantor Kementerian ESDM, Senin 12 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyebab adanya gelembung gas, lanjut Fatar, masih spekulatif, seperti berasal dari kesalahan casing sumur. Hanya saja, tumpahan minyak tidak sebesar yang diperkirakan.
Hingga hari ini, Pertamina Hulu Energi Offshore Northwest Java (PHE ONWJ) telah melakukan pengeboran relief well mencapai kedalaman 1.464 meter atau lebih dari 4.000 kaki dari target 2.765 meter atau sekitar 9.000 kaki. Sejauh ini, pengeboran relief well dilakukan dengan melakukan pemasangan casing dengan diameter 17-1/2.
PHE ONWJ juga menggandeng perusahaan spesialis well control yang telah sukses menangani hal yang sama, antara lain peristiwa di Teluk Meksiko yang dikenal sebagai tumpahan minyak Deepwater Horizon.
"Kendati permasalahan yang saat ini terjadi di PHE ONWJ dalam skala yang jauh lebih kecil, namun untuk memastikan penanganan optimal, kami menggandeng perusahaan lain yang berpengalaman untuk membantu dan melakukan kajian bersama terkait penanganan situasi seperti ini," tutur VP Relation PHE ONWJ Ifki Sukarya.
Saat ini, rata-rata tumpahan minyak yang dapat ditangkap tiap harinya sebanyak 400 - 600 barel per hari. PT Pertamina (Persero) pun meralat volume tumpahan minyak yang menyebar di Laut Utara Karawang tersebut yang sebelumnya dinyatakan mencapai 3.000 barel per hari.
BISNIS