Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum keuangan publik dari Universitas Indonesia (UI) Yuli Indrawati membandingkan Otorita Ibu Kota Nusantara atau Otorita IKN dengan lembaga otorita lainnya, seperti Badan Otorita Borobudur dan Badan Pengusahaan atau BP Batam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yuli mengungkapkan perbandingan Otorita IKN dengan kedua badan otorita tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Panitia Kerja atau RDPU Panja RUU IKN dengan pakar lainnya di kompleks DPD/DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta pada hari ini, Senin, 18 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yuli menjelaskan, selama ini masyarakat telah mengenal berbagai otorita, mulai dari Badan Otorita Borobudur dan BP Batam.
"Jadi kalau kita bandingkan, maka kalau dasar pembentukan untuk Otorita IKN itu adalah desentralisasi khusus, sifatnya khusus. Sedangkan kalau otorita lainnya adalah sifatnya teknik," kata Yuli pada Senin, 18 September 2023.
Dia mencontohkan, BP Batam mengurus perizinan-perizinan tentang perdagangan. Sementara Otorita Borobudur mengurus pariwisata di lingkungan Candi Borobudur. Yuli menilai, keduanya sangat teknis.
"Sedangkan yang ini (Otorita IKN) tidak dapat kita samakan dengan desentralisasi teknis, tapi adalah desentralisasi yang sifatnya khusus," beber Yuli. "Makanya kalau misalnya otorita lain berada di bawah kementerian teknis, maka Otorita IKN adalah sebagai lembaga pemerintahan yang sui generis, maka dia setara."
Selanjutnya: Pemerintah tengah membahas RUU IKN....
Pemerintah tengah membahas Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Nusantara atau RUU IKN sebagai pengganti UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN. Hal ini untuk menjawab berbagai tantangan serta isu baru yang dinilai menghambat proses pemindahan ibu kota secara tepat waktu.
"Pertama tentang kewenangan pemerintah, kemudian soal tanah, dan ketiga soal pembangunannya, tapi inti dari semua itu adalah bentuk kewenangannya. Nah bentuk kewenangannya itu yang ingin kita perbaiki dalam bentuk UU ini,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam Rapat Kerja dengan Komisi II pada Senin, 21 Agustus lalu.
Suharso melanjutkan, pemerintah perlu memperhatikan beberapa isu dan tantangan baru. Pertama, perbedaan interpretasi dalam memahami kewenangan khusus yang dimiliki Otorita IKN mengenai tugas dan fungsinya.
Kedua, perlu kejelasan kedudukan Otorita IKN sebagai pengguna anggaran dan pengguna barang, serta aspek pembiayaan yang bisa dilakukan oleh Otorita IKN secara mandiri sebagai pemerintah daerah khusus.
Ketiga, perlu pengaturan spesifik mengenai hak atas tanah yang dikuasai masyarakat, serta penataan ulang tanah. Ini untuk memastikan pengelolaan wilayah oleh Otorita IKN dan pemerintah daerah di sekitar wilayah IKN jelas.
Keempat, perlu pengaturan khusus untuk investor pengembang perumahan, serta jangka waktu hak atas tanah agar investasi di IKN menjadi lebih kompetitif. Terakhir, perlu ada kepastian keberlanjutan dan keberlangsungan kegiatan pembangunan IKN, serta keterlibatan lebih DPR dalam hal pengawasan sebagai representasi masyarakat.
AMELIA RAHIMA SARI | ANTARA