Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Pembangunan Smelter Bauksit Lamban, Ekonom: Ekosistem Belum Terbangun, Kebijakan Belum Pasti

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) membeberkan kompleksitas masalah smelter bauksit di Indonesia.

16 Juni 2023 | 10.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Foto udara aktivitas pengolahan nikel (smelter) yang berada di Kawasan Industri Virtue Dragon Nickel Industrial (VDNI) di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Selasa 14 Desember 2021. Dua perusahaan smelter yaitu VDNI mencatat hingga bulan September 2021 mencatat ekspor NPI mencapai 618.117 metric ton (MT) atau senilai sekitar Rp17 triliun sedangkan pihak OSS mencatat ekspor NPI dan stainless steel sebesar 880.643 MT atau setara Rp24,5 triliun. ANTARA FOTO/Jojon

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara membeberkan kompleksitas masalah hilirisasi bauksit di Indonesia. Adapun pemerintah resmi melarang ekspor bijih bauksit mulai 10 Juni 2023. Namun sebagian besar smelter untuk memurnikan mineral tersebut belum siap. 

"Karena ekosistem rantai pasoknya memang belum terbangun. Sebagian hilirisasi, yang paling ujung, ada di luar negeri," kata Bhima ketika ditemui Tempo di Menara Rajawali Jakarta Selatan, Rabu, 14 Maret 2023.

Menurut Bhima, investor melihat belum ada kepastian atas kebijakan larangan ekspor mineral ini. Larangan ekspor bauksit belum tentu dilanjutkan setelah rezim berganti. "Nanti kalau 2024 ganti pemimpin dan ekspor bauksit mentah lagi dibolehkan, ya rugi," ujar dia.

Perkara lambannya pembangunan smelter juga lantaran ada masalah pembiayaan. Perbankan, kata Bhima, terkesan ogah menyalurkan pembiayaan untuk hilirisai. Padahal, deposito dan likuiditasnya besar. Alasannya, kata Bhima, lagi-lagi karena ketidakpastian regulasi. 

"Mereka (para investor) sebenarnya menunggu kepastian pasca pemilu," ucap Bhima.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif, mengatakan ada 12 smelter yang direncanakan untuk mendukung hilirisasi bauksit. Namun, baru 4 smelter yang siap beroperasi. Sedangkan 8 smelter lainnya, pembangunannya sangat lambat.

"Ketika dilaporkan memang berkisar 33 sampai 60 persen. Tapi Kementerian ESDM kirim tim untuk mengecek, ternyata dari 8 smelter, ada 7 yang masih (berupa) lapangan," ujar Irwandy dalam diskusi Untung Rugi Larangan Ekspor Mineral Mentah yang digelar virtual pada Senin, 12 Juni 2023.

Padahal, menurutnya, pemerintah sudah mengimbau perusahaan bersungguh-sungguh membangun smelter sejak beberapa tahun lalu.

Irwandy menduga progres pembangunan smelter lambat karena masalah pendanaan. Maklum, biaya membangun tempat pemurnian mineral ini tidak sedikit. Akan tetapi, kementeriannya juga menduga ada ketidakseriusan yang disengaja oleh perusahaan dalam membangun smelter. 

"Ini banyak dugaan. Tapi pemerintah harap mereka bersungguh-sungguh memajukan hilirisasi di Indonesia," ucap Irwandy.

Pilihan editor: Material Logam yang Butuh Proses dalam Smelter: Emas hingga Nikel

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus