Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, kebijakan impor gula 200 ribu ton diambil pemerintah bukan karena kekurangan produksi. Ia mengklaim, produksi gula domestik saat ini mencukupi kebutuhan nasional. “Produksi kita cukup, sekali lagi ini bukan karena kekurangan. Tebu mulai panen April-Mei. Apa pun yang terjadi, ini ada untuk cadangan pangan pemerintah,” ujar Arief kepada wartawan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Kamis, 13 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah akhirnya memutuskan mengimpor gula kristal mentah sebanyak 200 ribu ton dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) bidang pangan, Kamis lalu. Pemerintah akan menambah penugasan impor gula 200 ribu ton gula kristal mentah itu ke dalam neraca komoditas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan ini sekaligus mengurungkan janji pemerintah untuk menyetop impor gula bersama sejumlah komoditas pangan lain tahun ini. Saat ini, ujar Arief, pedagang dan PT Perkebunan Nusantara (Persero) atau PTPN memegang stok gula 200 ribu ton. Pemerintah akan melepas stok itu ke pasar dalam waktu dekat. Alasannya, agar harga gula menjelang bulan puasa dan Lebaran dapat terjaga.
Alasan importasi yang mencapai 200 ribu ton, Arief mengatakan, pemerintah menghitung dari jumlah kebutuhan gula nasional dalam sebulan. Setiap bulan, ujar dia, masyarakat memerlukan gula 230 hingga 250 ribu ton. “Itu sekitar 3 minggu tambahan,” ujarnya.
Ihwal negara asal importasi, Arief enggan menyebutnya. Yang pasti, kata dia, BUMN akan mencari negara yang termurah, tercepat, dan terbaik. Perusahaan pelat merah telah memiliki mekanisme sendiri untuk melakukan importasi.
Pemerintah sebelumnya menggaungkan akan menyetop impor gula konsumsi, bersama beras, garam konsumsi, dan jagung pakan. Tapi sejumlah pengamat sudah menghitung Indonesia masih memerlukan tambahan stok gula.
Ekonom Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori jauh-jauh hari telah meragukan ambisi pemerintah menyetop impor gula konsumsi pada tahun ini. Pasalnya, stok gula konsumsi akan kritis pada masa transisi giling sekitar Juni hingga September 2025.
Tahun ini, pemerintah membidik produksi gula konsumsi mencapai 2,58 juta ton. Angka ini naik dari produksi tahun lalu yang diperkirakan mencapai 2,46 juta ton. Adapun stok akhir tahun lalu yang akan menjadi stok awal tahun ini yakni sebesar 1,47 juta ton.
Khudori memperkirakan, stok 1,47 juta ton itu hanya cukup memenuhi kebutuhan selama 6 bulan atau sampai Juni 2025. Sedangkan musim giling tebu pabrik gula dalam jumlah kecil baru mulai pada Mei 2025 dan dalam jumlah besar mulai pada bulan berikutnya. Musim giling biasanya berlangsung sampai Oktober atau November.
Gula hasil giling tebu juga memerlukan waktu untuk masuk ke pasar. Khudori mengatakan, waktu yang diperlukan gula untuk masuk kepasar bisa setengah sampai satu bulan. “Kalau pemerintah tetap tabah dengan stok yang ada, titik kritisnya di situ,” ujar penulis buku Gula Rasa Neoliberalisme ini saat dihubungi Tempo, Selasa, 24 Desember 2024.