Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - President and Co-
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau lahannya besar-besar walaupun program pemerintah banyak, tapi ujungnya petani itu tidak bisa menjual hasil panennya. Makanya, walaupun dia punya lima hektare, yang ditanam itu cuma satu hektare atau kurang," kata Pamitra, dalam diskusi virtual, Senin, 24 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menambahkan, selain itu persoalan harga yang mahal dan kurang kompetitif. Sebab, biaya logisitik, menurut Pamitra, belum efisien. "Petani enggak tahu, market itu ada di mana," ucapnya. "Jadi, biasanya dikirim door to door."
Misalnya, barang yang bakal didistribusikan petani ke pasar. Namun tidak ada konsumen, maka barang tersebut dikirim ke pasar yang lain. Selain itu, menurut penuturannya, persoalan di lingkup petani yang berdampak besar dan belum terselesaikan adalah masalah sektor pertanian.
Dari hasil risetnya, menurut Pamitra, sektor keuangan di berbagai lini berkembang pesat, kecuali sektor pertanian. Masalah itu ditengarai oleh banyak bank yang kurang menyuplai pinjaman ke pihak petani karena dianggap risikonya terlalu tinggi.
Dalam riset itu, kata dia, ia sempat bertanya ke para petani terkait kategori risiko tinggi atau alasan pinjaman yang tidak pernah dibayar. Dari situ, para petani itu menjelaskan masalah mereka adalah mendapat akses ke pemasaran.
Sementara dalam masa panen hanya dilakukan sekeluarga. Kemudian logisitik yang dinilai kurang bagus. Akhirnya hasil panen tidak memuaskan. Selain itu, walaupun mendapat pinjaman dari bank, uang tersebut tidak cukup untuk membiayai ongkos pertanian.
Sehingga para petani memutuskan untuk meminjam kembali ke rentenir. "Akhirnya setelah panen dan jual, uang yang dikembalikan ke rentenir dan peminjaman lain itu bunganya sangat tinggi," ujarnya. Menurut pendiri e-commerce TaniHub ini, petani adalah profesi mulia, tapi cenderung terlupakan.
IHSAN RELIUBUN | RR ARIYANI