Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Terkontraksinya pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal kedua tahun ini dan mencapai level minus 5,32 persen ternyata berimbas pada melonjaknya harga obligasi pemerintah di pasar sekunder.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan produk domestik bruto Indonesia kuartal II pada tahun 2020 terkontraksi -5,32 persen. Artinya, pertumbuhan ekonomi itu turun dengan angka terbesar sejak kuartal II tahun 1998 sebesar -7,8 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Data Bloomberg mencatat imbal hasil surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun Indonesia berada di level 6,79 persen pada hari ini, Rabu, 5 Agustus 2020, pukul 14:42 WIB. Posisi itu turun dari 6,813 persen pada akhir sesi Selasa kemarin, 4 Agustus 2020.
Sementara itu, yield SUN tenor 5 tahun Indonesia mengalami penurunan dari 5,943 persen menjadi 5,898 persen. Selanjutnya, yield SUN tenor 15 tahun Indonesia juga turun dari 7,251 persen menjadi 7,237 persen. Adapun, yield SUN tenor 20 tahun Indonesia tidak berubah dari posisi sebelumnya di level 7,380 persen
Sebagai catatan, pergerakan harga obligasi dan yield obligasi saling bertolak belakang. Kenaikan harga obligasi akan membuat posisi yield mengalami penurunan, dan begitu juga sebaliknya.
Penguatan harga obligasi seiring dengan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Data Bloomberg menunjukkan, nilai tukar rupiah menguat 75 poin atau 0,51 persen hingga pukul 14.59 WIB.
Adapun rupiah dibuka pada posisi Rp 14.540 atau langsung menguat dibandingkan dengan penutupan kemarin di Rp 14.625 per dolar AS. Sepanjang perdagangan, rupiah bergerak di rentang Rp 14.523 hingga Rp 14.585 per dolar AS.
BISNIS