Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto memastikan bakal menarik utang baru sebesar Rp 775,86 triliun tahun depan. Laporan Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Desember 2024 mencatat utang pemerintah telah menembus Rp 8.680 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Utang tersebut terdiri surat berharga negara (SBN) sebanyak 88,12 persen atau sebesar Rp 7.648,8 triliun. Sisanya sebesar 11,88 persen merupakan pinjaman dari dalam dan luar negeri dengan nominal Rp 1.031,2 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski utang paling banyak dalam bentuk SBN, risiko pembiayaan pinjaman tahun depan cukup besar. Rektor Universitas Paramadina Didik J. Rachbini mengatakan saat ini suku bunga obligasi utang Indonesia paling tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Menurutnya, jika pemerintah Indonesia terus menarik utang, maka tingkat suku bunga obligasi bergerak naik. “Tingkat suku bunga tinggi ini karena penarikan utang baru sudah di atas seribu triliun rupiah setiap tahun,” ujarnya dalam pernyataan resmi Rabu, 25 Desember 2024.
Didik membandingkan tingkat suku bunga SBN Indonesia dengan tingkat bunga obligasi negara lain yang lebih rendah. Misal Thailand yang hanya 2,7 persen, Vietnam 2,8 persen, Singapura 3,2 persen, dan Malaysia 3,9 persen. Indonesia menurut Didik menaikkan tingkat suku bunga yang tidak masuk akal sampai 7,2 persen. “Dengan konsekuensi harus dibayar dan menguras pajak rakyat dalam jumlah yang besar.”
Akibatnya, lanjut dia, kualitas belanja memburuk karena porsi membayar bunga utang menjadi paling besar dari seluruh belanja kementerian negara. Belanja pemerintah pusat menurut Didik semakin digerogoti pembayaran bunga utang. Belanja bunga utang naik pesat dari 11,09 persen pada 2014 menjadi 20,10 persen tahun ini.
Kondisi ini menurutnya jelas akan berdampak pada pemerintahan Prabowo. Tahun depan, pemerintah harus membayar bunga utang sebesar Rp 552.85 triliun. Terdiri dari bunga utang dalam negeri Rp 479,6 triliun dan bunga utang luar negeri Rp 55,2 triliun.
Sebelumnya, Direktur Riset Bidang Makroekonomi dan Kebijakan Fiskal Moneter Center of Reform on Economics (Core) Akhmad Akbar Susanto mengatakan defisit pada 2025 semakin besar. Imbasnya harus dibiayai dengan menarik utang baru. “Persoalannya adalah biaya utang kita semakin mahal,” ujarnya dalam pemaparan outlook ekonomi Core beberapa waktu lalu.
Saat ini, menurut dia imbal hasil SBN tenor 10 tahun Indonesia makin tinggi. Hal ini berdampak pada meningkatnya pembayaran bunga utang yang dibiayai dari APBN. "Harga dari setiap rupiah, imbal hasil obligasi kita termasuk yang paling tinggi, maka ini perlu menjadi perhatian," kata Akhmad.
Dalam APBN 2025, proyeksi suku bunga SBN 10 tahun ditargetkan sebesar 7,0 persen. Berdasarkan Perkembangan Indikator Stabilitas Nilai Rupiah yang diumumkan Bank Indonesia 29 November 2024, imbal hasil SBN 10 tahun sebesar 6,88 persen.