Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, mengritik wacana pemerintah menaikkan harga sejumlah layanan publik. Dia menganggap ini menyulitkan masyarakat. Alasannya, saat ini saja kondisi masyarakat sedang tertekan secara ekonomi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Perbincangan hangat di masyarakat adalah mengenai kenaikan iuran BPJS kelas III, wacana pembatasan subsidi gas elpiji tiga kilogram, dan rencana impor garam besar-besaran. Terus terang hal ini menjadi keresahan masyarakat," kata Said dalam pidatonya pada acara peringatan Harlah NU ke-94 di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Jumat, 31 Januari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Said, Nahdlatul Ulama meminta pemerintah lebih signifikan hadir di tengah kegelisahan masyarakat soal kondisi ekonomi ini.
Said berujar dalam menghadapi persaingan ekonomi global saat ini, yang diperlukan adalah revitalisasi gerakan ekonomi nasional. Kebijakan-kebijakan jangka pendek yang bersifat afirmatif, kata dia, masih perlu dilakukan.
Dia meminta pengelolaan sumber alam dan anggaran negara harus berpihak pada masyarakat miskin (mustadh'afin). Dia melontarkan pula kritiknya terhadap pengelolaan sektor-sektor ekonomi strategis yang kini dikuasai segelintir konglomerat.
Said mencontohkan data Otoritas Jasa Keuangan menyebut 33,5 persen aset perbankan di Indonesia masih dikuasai asing. Masyarakat kecil, kata dia, masih sulit untuk mengakses bantuan perbankan.
"Kenyataan yang sering dijumpai, akses perbankan untuk pelaku usaha mikro, kecil dan menengah tidak mudah, berbeda dengan pelaku usaha besar (konglomerat)," kata Said Aqil Siradj.
AHMAD FAIZ