Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) Yogyakarta bersaing menyasar produk ramah lingkungan untuk merebut pasar e-commerce atau perdagangan online. Salah satunya adalah pemilik kerajinan bambu, Lia Novi Astuti. Ia mengaku berbisnis bukan sekadar mengejar keuntungan, tapi juga menyelamatkan bumi dari kerusakan akibat sampah plastik.
Gerakan go green (penyelamatan bumi dari kerusakan) membuat kalangan muda seperti dirinya bersemangat memproduksi barang-barang ramah lingkungan. Apalagi, pasar e-commerce mendukung produksi barang-barang tersebut. Larangan penggunaan plastik di Bali misalnya berpengaruh karena menambah permintaan konsumen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lia menyambut baik aturan daerah tersebut. ”Saya terpacu. Berbisnis tidak sekadar mengejar keuntungan, tapi berkelanjutan untuk kehidupan bumi,” kata Lia, Jumat, 19 Juli 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia merupakan satu di antara peserta kompetisi wirausaha pengusaha kreatif yang digelar Blibli.com di Alun-alun Utara Yogyakarta. Terdapat 100 pelaku UMKM yang memamerkan produknya di festival The Big Start pada 19-21 Juli 2019.
Lia menjual produk berbahan baku bambu, kayu aren, kayu kelapa, dan kayu kopi. Produk yang dia hasilkan di antaranya sedotan, garpu, sendok, pulpen, dompet, besek (wadah berbahan bambu), nampan, tempat sendok dan garpu. Hampir semua produknya ia jual melalui online. Omzetnya per bulan Rp 100 juta. Per bulan ia mengirim sekitar 5.000 sedotan bambu ke Bali dan Jakarta.
Dia membanderol setiap sedotan bambu Rp 1.000. Untuk satu paket yang berisi sedotan, sikat pembersih sedotan, dan wadah berbahan kain ia jual Rp 25 ribu. Selain sedotan, barang jualan dia yang banyak dibeli adalah besek yang ia hias dengan pita. Besek ini konsumen gunakan untuk hantaran pernikahan.
Lia mempekerjakan perajin yang berumur di bawah 20 tahun. Ada tujuh pekerja yang bergabung dengan usahanya. Di antara mereka ada yang magang sebagi siswi sekolah menengah kejuruan dan mahasiswi.
Lia memulai usahanya sejak 2016 dengan hanya bermodalkan ponsel dan sepeda motor. Dia menjual besek untuk sarang burung walet secara online ke sejumlah daerah dan mengirimnya melalui layanan jasa kantor pos. Dari situlah usahanya makin berkembang. Kini ia sudah mampu membeli mobil pick up untuk kebutuhan transportasi barang jualannya. Omzet bersihnya per bulan Rp 30 juta. “Modalnya nekat dan ketekunan,” kata mahasiswi Jurusan Bimbingan Konseling Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta itu.
Selain sedotan dan alat rumah tangga ramah lingkungan, terdapat juga jam tangan berbahan kayu, baju berbahan pewarna alam, dan lampu berangka kayu. Satu di antara jam ramah lingkungan dijual di gerai dzaF. Pelaku UMKM jam tangan kayu ini juga kalangan muda.
Deputy CMO Blibli.com, Andy Adrian menyebutkan kalangan muda semakin menyukai produk lokal UMKM selama dua tahun terakhir. Pasar produk lokal UMKM melalui perdagangan elektronik berkembang di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Bali. Barang-barang yang banyak dibeli di antaranya batik dan sepatu. “Fashion paling banyak diminati,” kata dia.
Berdasarkan survei terakhir Hari Belanja Online Nasional atau Habolnas 2018, komposisi pembelian produk UMKM mencapai 46 persen. Sebagian pelaku UMKM sekarang ini masih terganjal soal brand atau merk produk. Sebagian pelaku UMKM tidak bertahan lama karena tidak mampu memenuhi permintaan melebihi kapasitas produksinya.
Jumlah pelaku UMKM yang menggunakan perdagangan elektronik di Yogyakarta meningkat sesuai data Blibli.com. Terdapat 800 UMKM Yogyakarta yang bergabung dengan Blibli.com per kuartal dua 2019. Ada kenaikan dua kali lipat dibanding periode yang sama di tahun 2018. Mayoritas pelaku UMKM merupakan perajin kain tenun, batik, fashion moda, rumah dan dekorasi atau kriya.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta, Tri Saktiyana mengatakan generasi milenial di Yogyakarta beradaptasi cepat dengan menjalankan usaha berbasis pada teknologi. Sebagian besar merupakan kalangan yang berumur 20-35 tahun. Mereka kalangan yang menjalankan usaha kreatif dengan memproduksi barang-barang kuno dan kekinian.
Barang-barang kuno itu di antaranya batik, lurik, dan wayang. Sedangkan, barang-barang kekinian di antaranya produk dekorasi rumah dan animasi. “Mereka anak muda yang ulet, kreatif, dan menjaga kerja sama tim usaha,” kata Tri.
SHINTA MAHARANI