Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY mengatakan persoalan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang, Banten, bukan menjadi wewenang kementeriannya. Namun, ia memastikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama pemerintah daerah setempat sedang melakukan investigasi.
“Terkait dengan tata ruang di wilayah laut, itu dalam otoritas KKP dan di luar koordinasi Kemenko Infra,” kata AHY dalam konferensi pers di kantornya pada Selasa, 14 Januari 2025. “Kami tidak ingin gegabah menyampaikan karena sedang diinvestigasi.”
Kendati demikian, AHY menyatakan bahwa setiap aspek kehidupan harus taat pada hukum. “Tidak boleh ada kegiatan apa pun di luar aturan dan hukum yang berlaku,” kata Ketua Umum Partai Demokrat itu.
KKP telah menyegel pagar bambu itu pada Kamis, 9 Januari 2025. KKP memberikan waktu 20 hari bagi pembangun dan pemilik pagar tersebut untuk membongkar sendiri bangunan yang melintasi 16 desa di enam kecamatan.
Sebelumnya, seorang sumber Tempo di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengaku mendapat laporan mengenai keterlibatan Pantai Kosambi Indah atau PIK 2 dalam pembangunan pagar laut di Kabupaten Tangerang. Dia mengklaim mendapat laporan dari warga sekitar pesisir, bahwa wilayah laut yang dipagari akan menjadi bagian dari proyek pembangunan PIK 2.
Tanda Tanya Siapa Pemilik Pagar
Namun, Manajemen PIK 2 yang di bawah pengelolaan Agung Sedayu Group membantah telah membangun pagar tersebut. Toni, perwakilan manajemen PIK 2, mengklaim pembangunan pagar laut yang terbuat dari bilah-bilah bambu itu tidak ada hubungannya dengan kliennya. “Itu tidak ada kaitan dengan kita,” kata Toni di Tangerang, Banten pada Ahad, 12 Januari 2025 seperti diberitakan Antara.
Toni menyebutkan tim hukum manajemen PIK 2 akan mengambil tindakan terhadap isu yang berkembang bahwa pagar laut di Kabupaten Tangerang dibangun untuk kepentingan proyek tersebut. Namun, Toni tidak merinci tindakan apa yang akan diambil oleh PIK 2. “Nanti selanjutnya oleh kuasa hukum yang akan menyampaikan untuk tindak lanjut,” ujar Toni.
Di tengah simpang siur pemilik pagar laut di perairan Tangerang, kelompok bernama Jaringan Rakyat Pantura (JRP) muncul sekaligus mengklaim sebagai pembuat pagar laut dengan alasan sebagai mitigasi abrasi dan bencana tsunami. Koordinator JRP Sandi Martapraja juga mengatakan pagar laut tersebut dibangun oleh masyarakat setempat secara swadaya.
"Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Ini dilakukan untuk mencegah abrasi," katanya pada pekan lalu. Namun, ia tidak menjelaskan berapa dan dari mana sumber dana yang digunakan untuk membuat pagar dari ribuan bambu tersebut.
Sementara itu, Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MTI) Mulyanto mengatakan pagar laut memungkinkan untuk menahan abrasi pantai dengan perlakuan khusus perlakuan khusus karena umur pakai bambu terbatas. Namun, pagar bambu tidak efektif menahan tsumai yang memiliki energi tinggi.
“Penjelasan bahwa pagar laut itu dibangun untuk memecah ombak sangat irasional. Sekiranya publik mempercayai keterangan ini maka kita akan ditertawakan ilmuwan-ilmuwan oseanografi dunia,” kata Mulyanto melalui keterangan tertulis.
Alih-alih menjadi solusi, Mulyanto mengatakan pagar laut justru mempersulit nelayan karena rute yang semakin jauh. Walhasil, biaya operasional nelayan meningkat tanpa diiringi peningkatan pendapatan.
Menurut Mulyanto, klaim JRP bahwa pagar laut dibangun masyarakat secara swadaya juga aneh karena biayanya yang tidak sedikit. “Mengeluarkan uang sebanyak Ini untuk keperluan publik, yang mestinya jadi tugas negara, adalah hal yang juga sangat kontradiktif dengan kondisi ekonomi nelayan yang sangat memprihatinkan sekarang ini,” kata Anggota Komisi Energi DPR 2019-2024 ini.
Pilihan Editor: Pagar Laut Diklaim untuk Cegah Abrasi, IOJI: Tidak Lazim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini