Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pengembangan kawasan Rempang Eco City membuat ribuan warga Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau, terancam digusur. Penggusuran berawal dari rencana pengembangan kawasan ekonomi baru atau The New Engine of Indonesia’s Economic Growth dengan konsep “Green and Sustainable City” di daerah itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembangunan ini menjadi fokus pemerintah pusat usai Presiden Joko Widodo atau Jokowi melakukan kunjungan ke Cina pada akhir Juli lalu. Lantas, seperti apa sebenarnya rencana pengembangan kawasan ekonomi baru atau The New Engine of Indonesia’s Economic Growth dengan konsep “Green and Sustainable City” ini?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari ANTARA, rencana menjadikan Pulau Rempang sebagai mesin baru pertumbuhan ekonomi Indonesia (The New Engine of Indonesia’s Economic Growth) dengan konsep Green and Sustainable City, dicanangkan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam pada April 2023 lalu. Wacana ini seiring dengan peluncuran pengembangan pulau di sebelah tenggara Batam itu.
“BP Batam sudah menyiapkan development plan sebagai pemanfaatan kawasan,” kata Kepala BP Batam Muhammad Rudi dalam keterangan pers.
Muhammad Rudi mengatakan Pulau Rempang bakal menjadi kawasan industri sekaligus pariwisata yang memiliki zona hijau. Nantinya, kawasan ini juga memberikan kemudahan koneksi antarpulau sekitar. Selain itu, ada pula taman burung serta zona sejarah dan kawasan agrowisata terpadu yang memanfaatkan keunggulan alam di Pulau Rempang.
“Serta menyajikan zona pariwisata yang mengedepankan konservasi alam,” kata Muhammad Rudi.
Program pertumbuhan investasi di Kota Batam ini, kata dia, telah didukung oleh Menteri Koordinator atau Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Tidak main-main, lanjut Rudi, target investasi di pulau itu pun mencapai Rp381 triliun dan akan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 306 ribu orang. Pihaknya berharap, akselerasi pengembangan wilayah Rempang nantinya bisa ikut memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi daerah.
“Saya berharap, akselerasi pengembangan wilayah Rempang nantinya bisa ikut memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi daerah,” kata dia.
Proyek strategis nasional ini diserahkan kelolanya kepada PT Makmur Elok Graha (MEG) oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam. Rencana luas kawasan “Rempang Eco City” adalah 17.000 hektar. Ini diperuntukkan sebagai kawasan industri, perdagangan jasa, dan pariwisata. Proyek itu masuk dalam program strategis nasional tahun. Beleidnya bahkan sudah diteken dalam Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023.
Namun, proses pembangunan Rempang Eco City tidak serta merta berjalan mulus. Ribuan warga Rempang dari 16 kampung tua menolak direlokasi gara-gara proyek ini. Selain warga Rempang, aksi juga didukung 50 kampung masyarakat Melayu yang ada di Kepulauan Riau. Termasuk warga melayu dari Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang.
Sikap itu ditanggapi dengan represif oleh aparat keamanan gabungan TNI-Polri-Satpol PP. Pada 7 September yang mencekam, mereka merangsek masuk Pulau Rempang. Demi satu tujuan: mengawal tim yang akan mengukur dan mematok batas Rempang Eco City. Amnesty International Indonesia bersama LBH Pekanbaru, YLBHI dan WALHI mencatat kurang lebih 1.000 personel gabungan diturunkan.
Masyarakat yang menempati 16 perkampungan di sana berupaya menghalau pematokan itu. Mereka melakukan pemblokiran dengan menebang pohon hingga meletakkan blok kontainer di tengah jalan. Aparat kepolisian, TNI, Satpol PP hingga pengamanan BP Batam pun mencoba membersihkan pepohonan yang ditebang di jalan. Saat aparat berupaya merangsek masuk wilayah Rempang, bentrokan pun pecah.
Ricuh itu terjadi di Jalan Trans Barelang. Lokasi ini dekat dengan Jembatan Barelang yang menghubungkan Pulau Rempang dan Pulau Setokok di selatan Pulau Batam. Dalam upaya meredakan bentrok, aprat kepolisian melepas gas air mata, termasuk juga meriam air. Video tindakan represif ini viral. Salah satu yang terluka adalah Ridwan. Ia terekam dengan wajah penuh darah dibantu sejumlah warga yang menghindar dari gas air mata.
“Saya dilarikan ke Puskesmas Marinir untuk mendapatkan pertolongan,” kata Ridwan kepada Koran Tempo.
Bukan hanya mereka yang menghalau aparat masuk, tetapi siswa juga terkena paparan gas air mata dan luka-luka. Padahal, para guru di SD sekitar sudah meminta agar gas air mata tidak ditembakkan ke arah sekolah. Atas kejadian tersebut, enam warga dilaporkan ditangkap. Puluhan masyarakat mengalami luka-luka dan anak-anak sekolah pun dibubarkan paksa akibat gas air mata.
Polri menyatakan tembakan gas air mata yang dilepaskan aparat kepolisian saat bentrokan tertiup angin sehingga mengarah ke sekolah di Pulau Rempang-Galang, Batam, Kepulauan Riau, pada Kamis, 7 September 2023. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan membantah ada korban luka-luka yang menimpa aparat keamanan maupun warga.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | EKA YUDHA SAPUTRA I TIM TEMPO.CO