Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Bukit Asam (Tbk) atau PTBA mencatatkan laba Rp 2,4 triliun sepanjang 2020 dengan total pendapatan Rp 17,3 triliun. Direktur Utama PTBA Arviyan Afirin mengklaim posisi keuangan perusahaan tetap likuid di tengah terpuruknya pasar karena pandemi Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ini sesuatu yang menggembirakan karena pada masa pandemi, banyak perusahaan yang mengalami kesulitan dan kita bisa keluar dari masalah keuangan,” ujar Arviyan dalam konferensi pers yang digelar virtual pada Jumat, 12 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laba perusahaan turun sebesar 41,16 persen dari tahun lalu. Pada 2019, PTBA menorehkan laba senilai Rp 4,05 triliun.
Adapun perusahaan mencatatkan total aset kas dan setara kas senilai Rp 24,1 triliun dengan deposito Rp 5,5 triliun atau 23 persen dari total aset dalam pembukuan akhir tahun lalu. Meski kondisi keuangan menorehkan kinerja positif, Arviyan mengatakan PTBA menghadapi berbagai tantangan.
Selama pandemi, seluruh industri yang bergerak di sektor energi mengalami penurunan permintaan lantaran berbagai negara tujuan ekspor, seperti Cina dan India, menetapkan pembatasan skala besar atau lockdown. Sementara itu di dalam negeri, kebutuhan akan batu bara anjlok akibat melorotnya konsumsi listrik karena sejumlah sektor industri mengalami penurunan produksi.
Gejolak pasar penjualan batu bara pun terlihat dari pergerakan harga acuan atau HBA yang fluktiatif. Pada awal 2020, HBA yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM masih bercokol di kisaran US$ 65,9 per ton.
Namun sejak wabah corona meluas, harga acuan anjlok ke level US$ 58 per ton. Harga tersebut merupakan yang terendah sepanjang empat tahun terakhir.
Untuk menjaga kinerja positif, Arviyan mengatakan perusahaan menempuh cara mengefisienkan ongkos produksi. Menurut catatan, dari efisiensi yang dilakukan, perusahaan bisa menghemat Rp 825 miliar baik di sisi operasional maupun bidang lainnya.
Selain itu, perusahaan menetapkan strategi dengan mengutamakan penjualan batu bara ke pasar domestik untuk memenuhi kebutuhan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Perusahaan juga berfokus mendorong ekspor batu bara dengan kalori tinggi untuk tujuan Jepang, Cina, dan Taiwan.
Arviyan melanjutkan, seiring dengan pemulihan ekonomi, harga batu bara acuan mulai membaik. “HBA mulai naik dan rata-rata tiga bulan terakhir dan posisinya sudah di US$ 59,65 per ton,” katanya.
PT Bukit Asam berharap dengan program vaksinasi yang sudah mulai berjalan, pergerakan aktivitas ekonomi akan semakin membaik. Dengan demikian, dampaknya ke industri batu bara, baik ekspor maupun penjualan domestik, akan turut positif.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA