Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dokter Spesialis Penyakit Dalam Rudy Kurniawan mengatakan semakin banyak generasi muda sekarang yang terpapar makanan dan minuman berpemanis. Itu sebabnya, tak heran jika anak muda usia 20-an sudah terkena diabetes.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jika dulu diabetes dianggap sebagai penyakitnya orang tua, sekarang tidak lagi mengenal usia," kata Rudy Kurniawan yang juga pendiri gerakan Sobat Diabet dalam jumpa daring bersama CISDI tentang "Dampak Konsumsi Minuman Berpemanis dalam Kemasan atau MBDK sebagai Kontributor Penyakit Tidak Menular yang Berbiaya Tinggi" pada Selasa, 7 Juni 2022. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO dan Kementerian Kesehatan sudah menyampaikan berapa batasan gula sehari-hari.
Takaran gula, garam, lemak per orang setiap hari
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Nomor 30 Tahun 2013 memuat takaran maksimal konsumsi gula per orang per hari adalah 10 persen dari total energi sebesar 200 kkal. Konsumsi gula tersebut setara dengan 50 gram atau empat sendok makan per orang per hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain asupan gula, pemerintah juga memberikan pedoman konsumsi garam dan lemak per orang per hari. Konsumsi garam maksimal satu sendok teh atau 5 gram per orang per hari. Sedangkan asupan lemak sebesar 20-25 persen dari total energi sebesar 702 kkal per orang per hari. Takarannya setara 67 gram atau lima sendok makan lemak per orang per hari.
Konsumsi makanan dan minuman berpemanis, menurut Rudy Kurniawan, tak lepas dari kebiasaan atau habit seseorang. Contoh sederhana, makan-makan di kantor, ngopi di kafe, dan berbagai tawaran menggiurkan saat mendapat promo free upsize minuman dan makanan apapun, yang pada intinya menambah kalori. Sementara kalori yang terbakar tidak sebanding dengan kalori yang masuk.
"Tantangan terbesar saat ini adalah mengubah perilaku di tengah lingkungan yang terpapar produk tidak sehat," ujarnya. Setiap delapan detik, satu orang meninggal karena terkena diabetes dan komplikasinya. Data International Diabetes Federation menujukkan, satu dari lima pengidap diabetes berusia kurang dari 40 tahun. Dan sekitar 19,5 juta orang Indonesia berusia 20-79 tahun mengalami diabetes.
Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan pada 2018 menunjukkan, lebih dari 95 persen remaja Indonesia kurang mengkonsumsi sayur dan buah. Hasil penelitian Sobat Diabet dengan Kantar berjudul "Understanding Health and Nutrition Among Adolescents" pada 2021 menemukan, hanya 57 persen remaja yang mengkonsumsi setengah sampai satu porsi buah. Dan hanya 65 persen remaja yang mengkonsumsi setengah sampai satu porsi sayur. Sementara anjuran dari Kementerian Kesehatan dan WHO adalah lima porsi buah dan sayur per hari.
Penyakit diabetes
Penyakit diabetes, Rudy Kurniawan melanjutkan, sulit terdiagnosis karena tidak ada gangguan spesifik. Sebagian besar pasien diabetes baru mengetahui dia mengidap penyakit itu setelah muncul gangguan kesehatan lain, seperti fungsi penglihatan menurun, luka yang tak kunjung sembuh, gangguan jantung dan pembuluh darah, dan sebagainya.
Rudy menjelaskan, dua dari tiga pengidap diabetes yang tinggal di negara berpenghasilan rendah tidak terdiagnosis. "Masih kurang wawasan tenaga kesehatan tentang diabetes dan keterlambatan evaluasi, sehingga risiko komplikasi meningkat," katanya.
Apabila kondisi ini terus dibiarkan, Rudy Kurniawan melanjutkan, maka akan terjadi sindrom metabolik. Ini adalah konsisi di mana berbagai penyakit, makanan, dan gaya hidup tidak sehat saling berhubungan satu sama lain. "Kejadian sindrom metabolik, termasuk diabetes, dipengaruhi oleh interaksi yang kompleks antara perilaku, genetik, kondisi sosial ekonomi, dan banyak hal di luar kendali individu," ucapnya.
Jika seseorang sudah mengalami komplikasi akibat diabetes, Rudy mengatakan, maka dia tak hanya akan berurusan dengan kondisi kesehatan, namun juga berdampak pada kondisi sosial karena orang tersebut tentu membutuhkan perawatan yang tidak sebentar. Belum lagi implikasi perekonomian karena tidak dapat bekerja dengan maksimal.
Lantas bagaimana cara menghindari penyakit diabetes?
Tak hanya edukasi tentang pentingnya menerapkan gaya hidup sehat, perhatikan konsumsi makanan dan minuman sehat, olahraga teratur, cukup istirahat, mengelola stres, dan membangun ekosistem atau lingkungan yang mendukung. "Dukungan keluarga, kerabat, rekan kerja, dan teman itu penting untuk membangun gaya hidup sehat," ujarnya seraya menyampaikan sebuah riset yang menyebutkan, orang dengan obesitas 37 persen berpotensi "menularkan" atau membuat pasangannya menjadi obesitas juga.
Bagi para orang tua dan anak-anak, perlu juga upaya memahami nutrisi dasar. Dengan begitu, anak akan menerapkan kebiasaan mengkonsumsi makanan sehat sejak dini. "Ini proses yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membentuk selera makan dan minum yang sehat," katanya.
Waspada jargon "alami"
Rudy Kurniawan mengatakan, ada cara pandang yang keliru di masyarakat tentang produk makanan dan minuman yang diklaim alami. "Belum tentu segala sesuatu yang alami itu sehat," ujarnya.
Contoh, air tebu itu memang alami. Namun demikian, jika dikonsumsi terus-menerus, maka menjadi tidak sehat. Begitu juga dengan rokok. Bahan-bahan pada rokok berasal dari tanaman, tetapi itu juga tidak baik untuk kesehatan dan mesti dihindari.
Baca juga:
1.249 Anak Indonesia Mengidap Diabetes Tipe Satu