Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Waspada, Sakit Telinga Saat Naik Pesawat Bisa Mengancam Jiwa

Berada dalam pesawat di ketinggian berapapun berdampak pada tubuh, salah satu yang paling umum adalah sakit telinga.

13 Desember 2018 | 06.35 WIB

ilustrasi penumpang pesawat (pixabay.com)
Perbesar
ilustrasi penumpang pesawat (pixabay.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Berada dalam pesawat di ketinggian berapapun berdampak pada tubuh, salah satu yang paling umum adalah sakit telinga. Gangguan yang mungkin sepele ini bahkan bisa mengancam jiwa seseorang. Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan (Perdospi), Wawan Mulyawan mengatakan semakin tinggi ketinggian, maka semakin rendah tekanan udara. "Karena tekanan udara semakin rendah, akan berpengaruh ke tubuh. Yang paling terasa dari perubahan tekanan itu di telinga," kata Wawan di Lakespra Saryanto, Jakarta, Rabu 12 Desember 2018.

Baca: Pesawat Batal Terbang Karena Landasan Ambles, Ini Kata Lion Air

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Wawan mengatakan, ada tekanan udara yang berbeda dari luar pesawat dan di dalam tubuh manusia. Salah satu yang sering dirasakan penumpang pesawat adalah saat pesawat hendak mendarat. Biasanya telinga akan terasa sakit. "Itu karena gas terjebak dalam tubuh. Seseorang bisa meninggal dunia karena ini," kata dia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Tak hanya itu, semakin sedikitnya oksigen membuat kapasitas seseorang menghirup udara turun. Akibatnya adalah risiko kekurangan oksigen atau hipoksia. "Efek lainnya karena tekanan udara turun, saat kita menarik napas menjadi turun karena sedikit udara yang terhirup. Akhirnya kita kekurangan oksigen atau hipoksia. Efeknya bisa kematian," kata Wawan.

Ilustrasi wanita dengan gangguan telinga. shutterstock.com

Bukan hanya penumpang, pilot juga bisa memgalami ini ditambah gangguan lain yang bahkan berdampak buruk untuk keselamatan penumpangnya, yakni disorientasi arah. Saat pesawat terbang di ketinggian tertentu, jalan pesawat tidak ada treknya. "Pilot melihat ke atas dan bawah bisa salah, padahal sistem keseimbangan kita bisa mengecoh. Perasaan kita sedang menanjak tetapi sebenarnya sedang lurus. Pesawat harusnya lurus tetapi menukik. Ini yang namanya disorientasi," kata Wawan.

Kemudian, pada malam hari, saat berada di ketinggian, gangguan pada kegelapan menjadi spesifik, karena kekurangan oksigen. Dampaknya penglihatan sudah terganggu walaupun saat di darat normal. Agar kondisi ini tak terjadi, Wawan menyarankan pilot percaya pada instrumen yang ada di depannya, bukan semata mengandalkan indera apalagi perasaannya.

Baca: Militer Jepang Ikut Cari 5 Marinir Amerika yang Hilang di Laut

"Karena instrumen-instrumen itu adalah alat-alat yang sangat canggih, yang bisa menuntun pilot ke arah yang benar. Untuk pilot yang sudah pengalaman kadang merasa terlalu percaya diri, tidak melihat ke instrumen lalu terjadilah kejadian," kata dia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus