Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

6 Fakta soal Umar Patek, Terpidana Kasus Bom Bali I yang Baru Saja Dinyatakan Bebas Bersyarat

Walaupun terkait dengan organisasi Jamaah Islamiyah, tetapi Umar Patek tetap bersikukuh bahwa ia bukan termasuk anggotanya.

9 Desember 2022 | 18.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Umar Patek diarak usai menyelesaikan tugasnya sebagai petugas petugas pengibar bendera merah putih, dalam upacara memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) di Lapas Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, 20 Mei 2015. TEMPO/Edwin Fajerial Suko Purnomo Adi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Terpidana kasus Bom Bali I, Umar Patek, resmi bebas bersyarat pada Rabu, 7 Desember 2022. Pembebasan itu menuai perhatian dari internasional. Lantas, bagaimana sepak terjangnya sebelumnya? Berikut beberapa rangkuman fakta terkait Umar Patek.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

1. Belajar perang di Pakistan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut pengakuan Sawad, salah satu teroris yang tertangkap, mengaku mengenal Umar Patek di Pakistan sekitar 1991. Mereka berada di Pakistan karena menjadi mahasiswa di sebuah akademi militer setempat.

Di Pakistan, Sawad menghabiskan waktu bersama Patek selama tiga tahun untuk belajar berperang. Di sana mereka mendapat pelatihan menembak, membuat bahan peledak, serta membaca peta. Dari Karachi, Pakistan, Sawad pergi ke Manila, lalu menuju Kota Batu di Mindanao.

2. Membantah anggota Jamaah Islamiyah

Meski pernah ikut berlatih dalam pelatihan militer di kamp militer Jamaah Islamiyah di Hudaibiyah, Filipina, Umar Patek membantah pernah menjadi jamaah Islamiyah. "Tidak, saya tidak pernah di Jamaah Islamiyah," ujarnya.

3. Terlibat di banyak tragedi

Sebelum berpartisipasi dalam eksekusi bom Bali I, Umar Patek yang merupakan lulusan kamp pelatihan militer di Afghanistan dan Pakistan pada 1990-an ini juga pernah ikut terlibat dalam konflik yang terjadi di Ambon dan tragedi Bom Natal. Selain itu, Umar Patek juga pernah bergabung di Moro Islamic Liberation Front, Mindanao, pada 1995.

4. Marah saat melihat rakitan Bom Bali I

Sejak awal, Umar Patek telah menentang saat melihat kamar kerja temannya yang telah dipenuhi bahan bom eksplosif. Ia mempertanyakan keberadaan bahan-bahan bom tersebut. "Ini mau apa-apaan? Ini bom. Tidak bisa disamakan dengan peluru. Begitu diledakkan, siapa pun akan menjadi korban," ujarnya. Namun, teman tersebut tak menggubrisnya. Alasannya karena semua tindakan sudah dimusyawarahkan dan prosesnya telah berjalan.

5. Hanya berposisi sebagai anak buah

Pada Bom Bali I, Umar Patek mengaku bahwa posisinya hanya sebagai anak buah. Sebab, keahliannya hanya sebatas merakit bom dengan daya ledak rendah yang dipelajarinya saat belajar di kamp militer Afghanistan. Ia hanya bertugas untuk melakban rak-rak filling cabinet.

6. Menulis pembelaan dengan tulisan tangan

Surat pembelaan Umar Patek sebanyak 31 halaman ditulisnya sendiri dengan huruf sambung. Umar menuturkan ia mulai menulis surat pembelaan tersebut sejak tuntutan dibacakan selama kurang dari dua minggu.

Dalam pledoi yang berjudul "Bila Rusa Dibilang Gajah", ia mengatakan hanya seekor rusa, tidak besar seperti gajah. Sebab, meski memiliki badan kecil, media massa selama ini menggambarkannya memiliki peran yang besar dalam kasus terorisme.

MUHAMMAD SYAIFULLOH

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus