Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Saksi dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Dedy Nurmawan. dalam sidang lanjutan kasus korupsi penyediaan menara Base Transciever Station atau BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut proyek tersebut tidak bermanfaat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dikontrak, tujuannya BTS, pancarkan 8 Mbps, realitanya hanya 2 Mbps," Kata Dedy di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, 27 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya kecepatan BTS 4G milik Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo hanya 8 Mbps, lebih rendah dari pada BTS yang sudah ada, milik Telkomsel.
Bahkan, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang turun ke lapangan, temukan hasil uji kecepatan internet hanya 2 Mbps. Dan akses internet ini digunakan oleh sekian banyak masyarakat sekitar.
"Kirim text whatsapp aja lama, apalagi gambar, harus malam baru bisa, ketika penggunanya sedikit," ucap Auditor BPKP tersebut.
Titik pembangunan BTS juga banyak yang tidak pas dari data perencanaan awal. Bahkan jauh dari pemukiman, sehingga kehadirannya tidak dirasakan masyarakat. "Ada yang dibangun di kuburan tengah hutan," Kata Dedy.
Ia berpendapat dengan uang yang dikeluarkan pemerintah, harusnya bisa bermanfaat bagi masyarakat. Tetapi masyarakat justru mengeluh setelah BTS 4G BAKTI Kominfo ini beroperasi, karena kecepatan internetnya lebih buruk dari pada BTS milik Telkomsel.
"Pengerjaan BTS ini tidak ada manfaatnya, karena lebih kuat BTS existing dari Telkomsel," ucapnya.
Terdakwa dalam sidang korupsi BTS 4G Kominfo ini ialah Muhammad Feriandi Mirza, eks Kepala Divisi Lastmile and Backhaul Bakti Kominfo; Elvano Hatorangan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bakti Kominfo; Walbertus Natalius Wisang, Tenaga Ahli Kominfo.
AFRON MANDALA PUTRA