Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Demi Memburu Harun Masiku

Hasto Kristiyanto menyoal penyitaan barang bukti dari tangan asistennya. Penyidik KPK memiliki kewenangan khusus.

18 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, setelah memenuhi panggilan penyidik untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, 10 Juni 2024. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Hasto Kristiyanto mempersoalkan penyitaan barang bukti dari tangan asistennya, Kusnadi.

  • Penyidik KPK menggali informasi dari barang bukti yang disita.

  • Penyitaan oleh KPK tidak perlu izin dari kepala pengadilan setempat.

KEHADIRAN Kusnadi di Komisi Pemberantasan Korupsi pada 10 Juni 2024 hanya untuk menemani bosnya, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto. Hari itu penyidik KPK memanggil dan memeriksa Hasto sebagai saksi dalam kasus dugaan suap kepada komisioner Komisi Pemilihan Umum oleh koleganya di PDI Perjuangan,  Harun Masiku.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kusnadi sama sekali tidak menyangka ia ikut diperiksa. Bahkan telepon seluler, kartu ATM, dan buku tabungannya disita oleh penyidik. Buku catatan milik Hasto yang kebetulan dia pegang turut disita. “Padahal saya tidak ada kaitannya dengan perkara ini,” kata Kusnadi di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), 12 Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Merasa dijebak dan diperlakukan semena-mena, Kusnadi melaporkan penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti, yang menyita barang-barang pribadinya ke Komnas HAM. Ia menuding penyidik itu telah mengintimidasinya. Esoknya, Kusnadi mendatangi Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI untuk membuat laporan yang sama. Namun polisi menolak laporannya. Polisi menunggu keputusan praperadilan tentang sah atau tidaknya penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan KPK.

Hasto juga tidak tinggal diam. Dia turut melaporkan Rossa ke Dewan Pengawas KPK atas dugaan pelanggaran kode etik. Ronny Berty Talapessy, anggota tim hukum PDI Perjuangan, menilai tindakan penyidik KPK itu telah menyalahi prosedur hukum. Sebab, berdasarkan aturan, penyitaan barang bukti harus mendapat izin dari ketua pengadilan setempat. “Kami akan mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” ucap Ronny.

Unjuk rasa dengan membentangkan poster bergambar buron Harun Masiku di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 29 Agustus 2023. TEMPO/Imam Sukamto

Komisi antirasuah tengah melacak keberadaan Harun Masiku yang telah menjadi tersangka kasus suap kepada komisioner KPU pada 9 Januari 2020. Harun adalah calon anggota legislatif dari PDI Perjuangan dalam Pemilu 2019 untuk daerah pemilihan I Sumatera Selatan. Hasil Pemilu 2019 menempatkan Harun di posisi keenam. Ia kalah telak oleh Nazarudin Kiemas, adik almarhum Taufiq Kiemas.

Sebelum anggota legislatif hasil Pemilu 2019 dilantik, Nazarudin meninggal karena sakit. Seharusnya yang menggantikan Nazarudin adalah Riezky Aprilia karena menempati urutan kedua dalam perolehan suara Pemilu legislatif. Namun, justru nama Harun yang muncul. Belakangan terungkap, Harun diduga menyuap komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan agar bisa lolos ke Senayan.  

Selain Wahyu, dugaan suap Harun melibatkan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina, dan bekas staf Hasto, Saeful Bahri. Wahyu divonis hukuman 7 tahun penjara dan kini bebas bersyarat, sedangkan Agustiani dihukum 4 tahun kurungan.

Dalam laporan majalah Tempo berjudul “Mengapa Penyidik KPK Gagal Menangkap Hasto Kristiyanto”, kasus yang menjerat Harun ini menyeret nama Hasto. KPK mendeteksi keberadaan Harun bersama Hasto di kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta pada 8 Januari 2020. Alih-alih menangkap Harun, lima penyelidik KPK justru ditangkap oleh polisi. Operasi penangkapan itu pun gagal. Tim KPK sempat ditahan dan diinterogasi karena pergerakan mereka.

Hasto membantah berada di PTIK pada 8 Januari 2020. Ia mengklaim berada di tempat lain untuk menyiapkan rapat kerja nasional PDI Perjuangan di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Ketentuan Khusus UU KPK

Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengatakan penyidik KPK tetap berupaya mencari Harun Masiku. “Tanpa henti untuk menganalisis setiap informasi dan petunjuk yang baru,” kata Tessa, kemarin, 17 Juni. 

Menurut Tessa, penyitaan barang bukti merupakan bagian dari penyidikan. Barang bukti yang disita akan diperiksa dan dianalisis. Hasil pemeriksaan nanti dikonfirmasi kepada saksi ataupun tersangka. Tujuannya tentu untuk memperkuat pembuktian perkara yang sedang ditangani oleh penyidik. “Tentunya yang lebih paham adalah penyidik,” katanya. “Tidak bisa serta-merta dibuka ke publik karena prosesnya masih berjalan.”  

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menegaskan penyitaan itu merupakan bagian dari penyidikan dalam kasus Harun Masiku. Barang yang telah disita dari Kusnadi akan diperiksa. Hasilnya nanti diklarifikasi kepada yang bersangkutan.

Penyidik KPK sudah memanggil Kusnadi lagi untuk diperiksa pada 13 Juni lalu. Namun dia tidak bisa hadir dengan alasan trauma setelah diperiksa oleh penyidik KPK. Untuk itu, penyidik menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap asisten Hasto Kristiyanto tersebut.  

Ihwal laporan Kusnadi ke Komnas HAM dan Mabes Polri, Asep tidak berkomentar banyak. “Nanti diuji yang dilaporkan. Itu ada CCTV-nya. Diuji di Komnas HAM, Dewas KPK, yang lainnya,” kata Asep.

Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, menganggap prosedur yang dilakukan KPK terhadap Kusnadi dan Hasto tidak ada yang dilanggar. Penyidik KPK diperbolehkan menyita barang bukti selama itu berhubungan dengan tindak pidana. “Bisa disita dari saksi, tersangka, terdakwa, atau siapa pun orang yang menguasai barang-barang yang berhubungan dengan tindak pidana,” ujar Zaenur.

Anggota tim hukum Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Rony Talapessy (kiri), bersama anggota staf Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Kusnadi, saat mendatangi kantor Komnas HAM di Menteng, Jakarta, 12 Juni 2024. TEMPO/Febri Angga Palguna

Penyitaan itu didasarkan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Aturan tersebut memiliki asas lex specialis derogat legi generali atau ketentuan khusus yang dapat menyampingkan prosedur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dalam konteks ini soal penyitaan.

Dalam Pasal 38 ayat 1 KUHAP, kata Zaenur, penyitaan mesti mendapat izin dari ketua pengadilan negeri setempat. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi KPK. Awalnya, dalam UU KPK yang baru, penyidik diwajibkan mendapat izin dari Dewan Pengawas KPK dalam menyita barang bukti. Namun ketentuan itu telah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XVII/2019 tanggal 4 Mei 2021.

Mahkamah Konstitusi menilai izin penyitaan tidak tepat karena Dewas KPK bukan unsur aparat penegak hukum. Dengan demikian, KPK hanya memberitahukan kepada Dewas KPK tentang tindakan penggeledahan ataupun penyitaan.

Masih menurut putusan MK, penggeledahan bisa dilakukan lebih dulu dalam keadaan mendesak dan setelah itu segera diberitahukan kepada ketua pengadilan negeri setempat atau sesuai dengan KUHAP. Adapun perihal penyitaan, atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan yang cukup, KPK dapat melakukannya tanpa izin ketua pengadilan negeri setempat.

Zaenur menghargai upaya hukum yang ditempuh Hasto dan Kusnadi untuk melawan penyitaan yang diterapkan KPK. “Kalau memang Hasto merasa itu melanggar hukum, berlawanan dengan ketentuan perundang-undangan, silakan lapor ke Dewas KPK, Komnas HAM, boleh juga gugat di praperadilan,” katanya.

Ketua IM57+ Institute Mochamad Praswad Nugraha sependapat dengan Zaenur. Menurut dia, UU KPK memiliki kekhususan sehingga tidak perlu mendapat surat izin penyitaan dari pengadilan negeri setempat. “Penyidik memiliki kewenangan secara pro justitia mengambil atau merampas atau menyita barang detik itu juga,” kata bekas penyidik KPK itu.

Penyitaan, kata Praswad, juga tidak perlu menunggu persetujuan atau keikhlasan dari pihak yang memiliki barang. Pemeriksaan terhadap seseorang—seperti Kusnadi yang bukan saksi dalam kasus Harun Masiku—juga tidak perlu menunggu surat panggilan, selama orang yang dituju dinilai dapat memberikan keterangan.

Dia berpendapat, kendala kasus Harun Masiku pun karena persoalan kemauan pimpinan KPK yang tidak kunjung menyetujui untuk menangkap Harun. Padahal Harun sudah diketahui sedang bersembunyi di sebuah pulau yang berada di luar wilayah Indonesia. “Political will saja itu. Kami pada 2021 sudah mau tangkap,” kata Praswad.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
M. Faiz Zaki

M. Faiz Zaki

Menjadi wartawan di Tempo sejak 2022. Lulus dari Program Studi Antropologi Universitas Airlangga Surabaya. Biasa meliput isu hukum dan kriminal.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus