Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengungkap kasus kecurangan di sebuah SPBU di daerah Baros, Sukabumi, Jawa Barat. SPBU dengan kode 34-43111 tersebut kedapatan memanipulasi takaran BBM kepada konsumen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rudi, Direktur Utama PT Prima Berkah Mandiri (PBM) selaku operator SPBU menjadi terlapor dalam kasus ini. Dirtipidter Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Nunung Syaifuddin mengatakan, pengelola SPBU diduga telah memasang Printed Circuit Board (PCB) atau unit printer sirkuit yang berisi komponen elektronik dengan trafo pengatur arus listrik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Alat tambahan tersebut dipasang dan disembunyikan di dalam kolom kompartemen kosong antara kompartemen pompa dan kompartemen alat ukur BBM,” kata dia melalui keterangan resmi pada Rabu, 19 Februari 2025.
Dia menjelaskan, alat tambahan ilegal itu dipasang di dispenser atau pompa BBM. Imbasnya, takaran BBM yang mengalir tidak sesuai dan masyarakat rugi. “Pemilik SPBU diduga telah menyebabkan kerugian masyarakat sebesar Rp 1,4 miliar per tahun,” ujar dia.
Nunung menyatakan, pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat. Dengan adanya laporan tersebut, tim gabungan penyidik, Kementerian Perdagangan, serta Pertamina Patra Niaga mengecek langsung.
Pada Kamis, 9 Januari 2025 sekitar pukul 14.00 WIB, tim gabungan mendatangi SPBU tersebut untuk mengecek kebenaran pompa ukur di sana. "Ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup," ujar Nunung.
Polisi juga telah memeriksa empat orang saksi. Mereka adalah dua pegawai SPBU, ahli, dan pihak manajemen perusahaan pengelola.
Menteri Perdagangan Budi Santoso yang juga hadir dalam pengungkapan kasus mengatakan, masyarakat menjadi pihak yang dirugikan dalam kasus ini. Takaran BBM yang diterima tidak sesuai dengan yang dibayar. “Jadi, setiap 20 liter itu akan berkurang 600 mililiter atau rata-rata minus tiga persen, sehingga takarannya berkurang dan masyarakat atau konsumen dirugikan,” kata dia, seperti dikutip Antara.
SPBU tersebut telah beroperasi sejak tahun 2005. Namun, belum diketahui secara pasti sejak kapan kecurangan itu dilakukan.
Nantinya, tersangka akan disangkakan Pasal 27 juncto Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. Adapun ancaman pidana yang mengingai 1 tahun penjara dan denda setinggi-tingginya Rp 1 juta. "Mengingat kerugian masyarakat mencapai Rp 1,4 miliar, tidak menutup kemungkinan nantinya akan diterapkan juga pasal terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," ujar Nunung.
Pilihan Editor: Ketua MA Ungkap Kekurangan Hakim di Pengadilan Tingkat Pertama