Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bobby Nasution Apresiasi Polisi Tembak Mati Perampok, Kompolnas: Harusnya Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Kompolnas menanggapi kasus tembak mati perampok yang diapresiasi Wali Kota Medan Bobby Nasution.

11 Juli 2023 | 20.00 WIB

Komisioner Kompolnas Poengky Indarti saat di Istana Negara pada Jumat 14 Agustus 2022. Tempo/Hamdan C Ismail
Perbesar
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti saat di Istana Negara pada Jumat 14 Agustus 2022. Tempo/Hamdan C Ismail

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menanggapi soal aksi penembakan polisi kepada seorang tersangka perampokan hingga tewas di Medan, Sumatera Utara. Tak seperti Wali Kota Medan, Bobby Nasution, yang mengapresiasi tindakan polisi itu, Kompolnas justru mengingatkan agar polisi tidak boleh sewenang-wenang dalam menggunakan senjata api.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, mengatakan penggunaan senjata api telah diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 Tentang HAM.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Tembakan polisi dalam menangani penjahat seharusnya melumpuhkan, bukan mematikan,” kata Poengky kepada Tempo, Selasa, 11 Juli 2023.

Poengky menjelaskan, dalam Pasal 3 Perkap Tentang Penggunaan Kekuatan, ada enam prinsip penggunaan kekuatan yang harus diperhatikan kepolisian, yakni legalitas, nesesitas (kebutuhan), proporsionalitas, kewajiban umum, preventif, dan masuk akal.

6 tahapan penggunaan kekuatan

Selain itu, dalam Pasal 5 ayat (1) juga mengatur tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, yang terdiri dari: 

Tahap 1 : Kekuatan yang memiliki dampak deterrent/pencegahan;
Tahap 2 : Perintah lisan
Tahap 3 : Kendali tangan kosong lunak
Tahap 4 : Kendali tangan kosong keras
Tahap 5 : kendali senjata tumpul, senjata kimia, antara lain gas air mata, semprotan cabe atau alat lain sesuai standar Polri
Tahap 6 : kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat.

Dalam aturan ini, menurut Poengky Indarti, anggota Polri harus memilih tahapan penggunaan kekuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai tingkatan bahaya ancaman dari pelaku kejahatan atau tersangka dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

Selanjutnya, senjata api hanya boleh digunakan jika pelaku kejahatan bisa memberikan ancaman

Poengky juga menjabarkan Pasal 8 Perkap Penggunaan Kekuatan tersebut. Menurut pasal itu, penggunaan senjata api atau alat lain dilakukan ketika pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat.

"Kemudian, senjata api digunakan apabila anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan atau perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut," kata Poengky.

Lalu, dia menerangkan, penggunaan senjata api bisa dilakukan anggota Polri untuk mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang bisa memberikan ancaman. Dia juga mengingatkan bahwa penggunaan senjata api harus diawali peringatan atau perintah lisan.

“Adapun penggunaan kekuatan dengan senjata api atau alat lain merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka,” kata Poengky mengutip pasal tersebut. 

Penggunaan senjata api harus mempertimbangkan banyak hal

Poengky juga menjelaskan soal Pasal 45-48 Perkap Nomor 8 Tahun 2009 Tentang HAM. Dia menyatakan Perkap tersebut menyatakan polisi harus mempertimbangkan berbagai hal dalam penggunaan senjata api. Diantaranya, harus mengusahakan cara tanpa kekerasan terlebih dahulu, harus mempertimangkan apakah ancaman yang dihadapi seimbang, dan kerusakan atau luka-luka akibat penggunaan kekuatan harus seminimal mungkin. 

“Dalam Pasal 47, penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia,” kata Poengky.

Poengky mengatakan polisi mesti mempertimbangkan dua Perkap tersebut dalam menggunakan senjata api. Namun untuk efek jera, Poengky setuju para pejahat yang terbukti melakukan kejahatan yang berakibat mematikan, harus dijerat pasal berlapis dan dihukum maksimal, apalagi jika mereka residivis.

Namun terkait masalah begal yang dihadapi di Kota Medan dan daerah lain, Poengky mengatakan hal yang paling penting dan harus diutamakan adalah tindakan pencegahan kejahatan.

“Pencegahan kejahatan tersebut harus dilakukan secara bersama-sama antara Pemerintah Daerah dan Kepolisian Daerah setempat,” ujarnya.

Menurut dia, dalam kasus begal yang kejam dan meresahkan, penting sekali melakukan pencegahan dengan cara menggalakkan patroli kepolisian di wilayah-wilayah rawan kejahatan. Di samping itu, Pemerintah Daerah bertugas memasang lebih banyak CCTV yang terkoneksi dengan kantor-kantor kepolisian setempat dan memperbanyak lampu-lampu penerangan di tiap-tiap sudut strategis dan tempat rawan. 

“Imbauan kepada masyarakat agar selalu waspada dan tidak menggunakan barang-barang mewah yang dapat memancing pelaku kejahatan. Jangan melewati jalan-jalan yang sepi dan rawan,” kata Komisioner Kompolnas tersebut.

Selanjutnya, kasus penembakan perampok hingga tewas di Medan

Penembakan seorang perampok hingga mati di Medan terjadi pada Senin pekan lalu, 3 Juli 2023. Kapolrestabes Medan, Komisaris Besar Valentino Alfa Tatareda menyatakan peristiwa tersebut terjadi ketika pihaknya berupaya menangkap enam perampok yang beraksi di Dear Beauty Salon di Jalan Flamboyan Raya, Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan. 

Dalam peristiwa itu, menurut dia, seorang perampok bernama  Bima Bastian alias Jarot melawan sehingga anggotanya harus mengambil langkah tembak di tempat. 

"Anggota menangkap enam orang pelaku perampok salon yakni Ari Wirana, Fajar Ari Wibowo, Muhammad Nurman alias Wak Slow, Iman Setiawan alias Iman, dan seorang penadah Hairil. Satu diantara pelaku ditembak mati bernama Bima Bastian alias Jarot karena melawan saat diamankan." kata Valentino.

Polda Sumut pun menyatakan bahwa tindakan aparat itu sudah sesuai prosedur. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi menyatakan Jarot sempat menembak salah satu anggota polisi dengan senjata air soft gun. 

Wali Kota Medan, Bobby Nasution pun mengapresiasi tindakan tembak di tempat tersebut karena dia menilai para pelaku kejahatan jalanan sudah sangat meresahkan masyarakat.

“Hal ini sangat kami apresiasi, karena begal dan pelaku kejahatan tidak punya tempat di Kota Medan karena sangat mengganggu ketenangan dan keamanan masyarakat,” tulis Bobby di media sosial Twitter.

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus