Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan ditahan Kejaksaan Agung pada Senin, 24 September 2018. Karen keluar dengan mengenakan rompi tahanan Kejaksaan setelah diperiksa selama kurang lebih lima jam di Gedung Bundar Kejaksaan Agung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karen Agustiawan sempat menjawab pertanyaan wartawan sambil menangis. "Saya nggak mau bikin statement apa-apa dulu karena ini masih proses hukum, biarkan proses hukum ini berjalan," kata Karen terbata di Jakarta, Senin 24 September 2018.
Karen juga mengatakan selama dirinya menjabat sebagai Dirut Pertamina, ia telah berusaha untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya. "Sehingga pertamina bisa meningkatkan laba dua kali lipat semenjak saya masuk ke Pertamina, itu saja dari saya," ujarnya terisak.
Karen Agustiawan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi investasi yang terjadi pada 2009. Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE), melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai US$31 juta. Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari.
Ternyata Blok BMG hanya dapat bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari. Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi. Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Hasil penyidikan Kejaksaan Agung menemukan dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir. Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris. Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara cq Pertamina sebesar US$31 juta dan US$ 26 juta atau setara Rp568 miliar.