Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo, ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama dan ujaran kebencian oleh Polda Metro Jaya. Namun, polisi memutuskan tidak langsung menahannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan polisi ini dipertanyakan oleh pihak pelapor dan komunitas umat Buddha. Pasalnya setelah ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama, Roy Suryo kepergok mengikuti touring komunitas pemilik Mercedes Benz.
"Mengenai viralnya video tersangka RS yang viral kemarin, kami sangat kecewa melihatnya. Bukan hanya umat Buddha, tapi seluruh bangsa Indonesia yang mengikuti perjalanan kasus ini," kata penasihat hukum Kurniawan Santoso, Herna Suntana, saat konferensi pers bersama Forum Kader Bela Negara pada Rabu 3 Agustus 2022.
Herna pun membandingkan kasus Roy Suryo dengan mantan politikus Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, yang juga terjerat kasus penistaan agama. Ferdinand langsung ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan, Roy masih dibiarkan menghirup udara bebas bahkan berkumpul dengan klub mobil.
"Masih ada pertanyaan, negara kita ini kesamarataan setiap warga negara di mata hukum dijamin oleh Undang-Undang, artinya proses hukum semua harus sama tidak berbeda. Kita berkaca dari semua kasus penistaan agama semua langsung ditahan. Kayak kasus Ferdinand Hutahean langsung ditahan, loh," kata Herna dalam keterangannya, pada Rabu 3 Agustus 2022.
Penjelasan Polda Metro Jaya
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan memastikan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Roy Suryo akan berlanjut hingga ke pengadilan, meski Roy tidak ditahan.
Dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Zulpan menyatakan penyidik tengah melengkapi berkas dugaan penistaan agama dan ujaran kebencian mantan Menteri Pemuda dan Olahraga itu. Roy telah dua kali diperiksa sebagai tersangka kasus patung Buddha mirip Jokowi.
"Kasus ini akan berlanjut, kami sekarang sedang melengkapi berkasnya. Sehingga nanti kalau sudah lengkap, dikirim ke kejaksaan, apabila dinyatakan lengkap, baru tahap dua, lanjut proses persidangan," kata Zulpan di Polda Metro Jaya, Senin 1 Agustus 2022.
Menurut Zulpan, pihak kepolisian telah menangani kasus yang menjerat Roy sesuai dengan prosedur. Penyidik memiliki alasan yang kuat untuk tidak menahan tersangka kasus meme stupa Candi Borobudur mirip wajah Presiden Jokowi itu.
"Memang tidak dilakukan penahanan karena penyidik menganggap atas pertimbangan penyidik tidak perlu dilakukan penahanan sebagaimana diatur dalam KUHP yaitu penyidik bisa atas keyakinannya ya, pertimbangan penyidik, tidak dilakukan penahanan," kata Zulpan.
Dalam pertimbangannya, Zulpan mengungkapkan penyidik meyakini Roy akan bersikap kooperatif hingga proses penahanan tidak perlu dilakukan. "Di antaranya atas dasar Roy Suryo kooperatif, kemudian tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan barang bukti, dan sebagainya sehingga tidak dilakukan penahanan," katanya.
Kasus Penistaan Agama Ahok
Tak hanya Roy Suryo tersangka penistaan agama yang tidak langsung ditahan oleh polisi. Mundur ke 2016, ada nama eks gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang juga menjadi tersangka penistaan agama, tetapi tak langsung ditahan.
“Kami menetapkan saudara Insinyur Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka,” kata Kepala Bareskrim Mabes Polri saat itu Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto, Rabu, 16 November 2016. Ahok dikenai Pasal 156-A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.
Kapolri saat itu, Jenderal Muhammad Tito Karnavian, mengatakan dalam keputusan penahanan, diperlukan syarat obyektif dan syarat subyektif. “Syarat obyektif itu adalah keputusan mutlak sebuah kasus merupakan pidana. Namun, dalam kasus ini, penyelidik terbelah sehingga tidak mutlak,” kata Tito dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu, 16 November 2016.
Adapun terkait dengan syarat subyektif, polisi memiliki tiga poin. Dari ketiga poin itu, Ahok tidak memenuhi unsur teresbut sehingga keputusan tidak dilakukannya penahanan sudah baik.
Tito pun menjelaskan tiga syarat subyektif yang dimaksudkan, yaitu, pertama, penahanan bisa dilakukan ketika terjadi kekhawatiran pelaku kabur. Polisi hakulyakin Ahok tidak akan kabur karena sedang mengikuti pemilihan gubernur DKI Jakarta. Namun, untuk antisipasi, penyelidik memutuskan melakukan pencekalan. “Kami tidak mau kecolongan,” katanya.
Kedua, ada kekhawatiran tersangka menghilangkan barang bukti. Adapun dalam kasus ini, barang bukti sudah di tangan polisi berupa video. Ketiga, KUHAP mengatur adanya kekhawatiran pelaku mengulang perbuatannya.
“Atas dasar-dasar itulah tim penyelidik, yang saat ini menjadi penyidik, tidak menahan yang bersangkutan,” Tito menjelaskan alasan Ahok tidak ditahan.