Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menyebut seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut turun tangan menangani dugaan korupsi BTS (Base Transceiver Station) 4G Badan Aksesibilitas Komunikasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Pasalnya, TPDI menilai Kejaksaan Agung tampak melindungi pelaku besar kasus yang diperkirakan merugikan negara Rp 8 triliun itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Harusnya karena bagaimanapun ini adalah korupsi besar, dari Rp 10 triliun dikorupsi Rp 8 triliun, KPK itu sejak awal harusnya mendeklarasikan bahwa akan monitor, supervisi, dan koordinasikan supaya tidak terjadi ada yang lolos," kata Petrus dalam sebuah diskusi webinar yang digelar oleh Gerakan Anti Korupsi, Sabtu 8 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tapi peran KPK nol besar, Kejaksaan juga dalam hal ini sama sekali tidak masuk (akal)," tambahnya.
Dakwaan jaksa terhadap para terdakwa dinilai untuk lindungi aktor besar korupsi BTS
Petrus menilai ketidakseriusan Kejaksaan Agung dalam menangani kasus ini berdasarkan surat dakwaan sejumlah orang yang sudah dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Dia menilai dakwaan jaksa hanya untuk melindungi aktor besar pelaku korupsi tersebut.
"Kebetulan saya hadir dalam persidangan, saya melihat dakwaan jaksa ini bertujuan untuk melindungi pelaku korupsi yang sesungguhnya," kaya Petrus.
Dia menilai dakwaan jaksa hanya untuk melokalisir kasus itu pada Menkominfo Johnny G. Plate dan Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif serta kawan-kawannya. Sementara penerima uang besar lainnya, menrutu dia, tak tersentuh sama sekali.
Salah satu contohnya, menurut Petrus, adalah jaksa tak menjelaskan peran Direktur Utama PT Basis Utama M Yusrizki dalam berbagai dakwaan itu.
"Jaksa tidak menggali, apakah Yusrizki ketika membangun konsensus dengan perusahaan konsorsium itu atas nama pribadi dia, atau atas nama PT Basis Utama Prima," kata Petrus.
Jika mengatasnamakan pribadi, kata Petrus, sangat tidak mungkin seorang menteri bisa langsung percaya dengan orang yang baru ditemuinya sekali. Apalagi yang dilakukannya adalah tindakan menyimpang yakni tindak korupsi.
"Kalau seorang Johnny G. Plate sebagai menteri hanya ketemu sekali dengan Yusrizki kemudian langsung menyetujui untuk menangani itu semua, apa benar?," kata Petrus.
Begitupun apabila Yusrizki yang datang mewakili PT Basis Utama Prima, sangat tidak mungkin pemilik perusahaan yakni Hapsoro Sukmonohadi alias Happy Hapsoro tidak mengetahui perilaku Yusrizki.
"Karena 40 persen pembiayaan proyek ini dibiayai oleh perusahaan Happy Hapsoro, nilai sebesar itu cukup dengan kongkow-kongkow antara Yusrizki dengan Johnny Plate lalu (korupsi) itu terjadi, itu sama sekali tidak masuk di akal sehat kita," kata Petrus.
Happy Hapsoro merupakan suami dari Ketua DPR RI sekaligus Ketua DPP PDIP Puan Maharani.
Jadi, menurut Petrus, penanganan kasus dugaan korupsi BTS 4G Bakti Kominfo yang digarap oleh Kejaksaan Agung penuh dengan sandiwara.
"Kita berhadapan dengan proses sandiwara mulai dari penyidikan di Kejaksaan Agung sampai di persidangan pengadilan. Jadi kami kecewa," kata dia.