Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kekerasan Perempuan dan Anak di Sumsel Tembus 460 Kasus

Kekerasan perempuan dan anak di Sumatera Selatan (Sumsel) meningkat dibandingkan tahun lalu. Apa faktornya?

8 Desember 2024 | 15.26 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi kekerasan seksual. Freepik.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Palembang - Kekerasan perempuan dan anak di Sumatera Selatan (Sumsel) meningkat. Berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni), ada 460 kasus dan 488 korban kekerasan yang melapor ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumsel per Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Dinas PPPA Sumatera Selatan Fitriana mengatakan angka itu naik dibandingkan dengan 2023 yang hanya ada 300 kasus dan 376 korban. “Faktornya didorong karena kebebasan berbicara dan bermedia sosial,” katanya kepada Tempo, Jumat, 6 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fitri menjelaskan keuangan, perselingkuhan, kurangnya komunikasi, gagal menghargai pasangan, perbedaan pola asuh, kawin siri, dan perkawinan anak turut memengaruhi kenaikan kasus kekerasan pada perempuan dan anak.

Dinas PPPA Sumatera Selatan mencatat ada 216 kasus kekerasan fisik dan 156 kasus kekerasan psikologis. Ada juga penelantaran sebanyak 31 kasus, eksploitasi 1 kasus, perdagangan manusia 8 kasus, dan bentuk kekerasan lainnya 45 kasus.

Pada 2024, daerah dengan kasus kekerasan pada perempuan dan anak paling tinggi di Sumatera Selatan adalah Ogan Komering Ilir (OKI) sebanyak 61 kasus, Lahat 61 kasus, Ogan Ilir (OI) 56 kasus, Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) 31 kasus, dan Palembang 30 kasus.

Dalam agenda Hari Ibu ke-96 Tahun, Fitriana sempat menyampaikan bahwa perempuan harus berdaya, baik di bidang ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya, sebagai salah satu solusi memutus rantai kekerasan perempuan dan anak.

“Ketika perempuan berdaya, maka insya Allah akan terbebas dari kekeraasan. Karena banyak kasus kekerasan yang terjadi karena perempuan lemah secara ekonomi, pendidikan, sosial, dan budaya,” ujarnya.

Menurut dia, ketika perempuan memiliki kemandirian yang baik secara ekonomi, maka ia tak akan takut untuk melaporkan kasus kekerasan yang terjadi ke pihak berwajib. "Ketika perempuan hanya bergantung pada seseorang yang akan menimbulkan kekerasan, maka ini akan berulang," kata dia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus