Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Komnas Perempuan: Indonesia Darurat Aturan Perlindungan Kekerasan Seksual

Komnas Perempuan menyatakan RUU TPKS telah memuat pencegahan kekerasan seksual di dunia pendidikan.

13 Desember 2021 | 11.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dalam acara peluncuran Catatan Tahunan (Catahu) 2020 di Hotel Mercure, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat, 6 Maret 2020. TEMPO/Putri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komnas Perempuan menegaskan bahwa pemerkosaan terhadap 13 santriwati yang terjadi di Bandung menunjukkan Indonesia semakin darurat untuk memiliki payung hukum perlindungan kekerasan seksual.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kondisi darurat kekerasan seksual ini menunjukkan pentingnya ketersediaan payung hukum yang komprehensif. Di dalamnya terdapat pencegahan kekerasan seksual, di antaranya harus di dunia pendidikan," kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi saat dihubungi, Senin, 13 Desember 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), kata Siti, bisa menjadi upaya untuk menekan kasus tersebut. Per 8 Desember 2021, ia mengatakan, RUU ini telah memuat pencegahan kekerasan seksual di dunia pendidikan. RUU itu juga mendorong institusi pendidikan memiliki kewajiban untuk mencegah kekerasan seksual dan membangun ruang aman bagi peserta didik.

Apalagi, dari Data Komnas Perempuan, kekerasan seksual di lingkungan pesantren/pendidikan Islam, menempati urutan kedua setelah universitas, di lingkungan pendidikan. Data dari 2015-2020 memperlihatkan bahwa kasus ini terjadi di semua jenjang dan jenis pendidikan.

"Mengingat umumnya kasus kekerasan seksual sulit untuk diadili karena berkaitan dengan relasi kuasa antara korban dan pelaku," kata Siti.

Siti mengatakan salah satu penyebab munculnya kasus ialah belum adanya regulasi yang menjamin hak-hak santri dan belum adanya kewajiban penyelenggara pesantren untuk membangun ruang aman dari kekerasan termasuk kekerasan seksual.

Hal ini juga diperburuk dengan budaya menyangkal atau tidak mempercayai kekerasan seksual terjadi di lingkungan agama yang seharusnya mengajarkan nilai-nilai kebaikan. "Padahalnya nyatanya hal ini terus terjadi dan korban sulit untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan karena dibungkam atas nama baik pesantren," kata Siti soal kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.

 

 

Egi Adyatama

Egi Adyatama

Bergabung dengan Tempo sejak 2015. Alumni Universitas Jenderal Soedirman ini sejak awal meliput isu politik, hukum, dan keamanan termasuk bertugas di Istana Kepresidenan selama tiga tahun. Kini menulis untuk desk politik dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus