Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Padang mengungkapkan hasil investigasi lanjutan terhadap Tragedi Kuranji di Kota Padang, Sumatera Barat yang menewaskan Afif Maulana alias AM pada 9 Juni 2024 lalu. Bocah berusia 13 tahun itu tewas diduga karena disiksa polisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bagi kami, misteri kematian Afif Maulana sudah terang dikarenakan penyiksaan oleh anggota Kepolisian," ujar Direktur LBH Padang Indira Suryani dalam keterangan resminya pada Selasa, 23 Juli 2024. "Namun, kenapa Kepolisian membuatnya masih gelap?"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada delapan poin hasil investigasi lanjutan ihwal tewasnya Afif Maulana yang dilakukan oleh LBH Padang. Pertama, Afif diamankan bukan saat tawuran terjadi. "Afif dan 18 orang diamankan bukan saat tawuran, tapi dugaan akan terjadinya tawuran," beber Indira.
Dia menuturkan terjadi kejar-kejaran antara kelompok anak dan dewasa di Simpang Empat Ampang-Durian Tarung dengan tim kepolisian. Indira menyebut ada 30 motor yang dikendarai oleh anak-anak dan orang dewasa pada saat itu. Mereka lantas berpencar, ada yang ke arah Durian Tarung, Ampang, dan sebagainya. Namun tim Direktorat Samapta (Ditsamapta), kata Indira, mengejar kelompok yang ke arah Balai Baru. Selain itu, sempat terjadi blokade jalan di dekat Kepolisian Sektor atau Polsek Kuranji.
Kedua, tuduhan Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Kapolda Sumbar) Inspektur Jenderal Polisi Suharyono tentang Afif Maulana yang melakukan tawuran, karena foto memegang pedang. "AM bukan memegang pedang, tapi teralis jendela yang memperbaiki di dekat rumah ayah AM di Indarung," ujar Indira.
Dia mengungkapkan Afif Maulana difoto oleh salah satu anak berinisial A pada sekitar April atau awal Mei. Foto itu diambil dengan ponsel milik anak berinisial F, yang kemudian dikirim ke handphone Afif.
"Teralis tersebut dibaluti oleh kain bendera salah satu partai berwarna kuning dan difoto untuk gaya-gayaan," beber Indira. "Kami belum bisa mengecek metadata foto karena handphone AM dalam penguasaan polisi."
Ketiga, sebanyak tiga orang saksi dewasa sudah diperiksa oleh penyidik Kepolisian Resort Metro atau Polresta Padang. Saksi tersebut menyatakan di punggung kiri dan kanan Afif Maulana ditemukan kekerasan benda tumpul panjang 4 sampai 10 centimeter. Selain itu, kata dia, ditemukan juga tiga buah memar besar di bagian punggung kirinya.
"Hal ini memberikan petunjuk bahwa AM sudah bertemu dengan polisi, dilihat dari petunjuk luka tumpul diduga manau atau tongkat pentungan di punggungnya, yang juga ditemukan di tubuh korban lainnya," ucap Indira.
Keempat, sebanyak dua orang anak telah diperiksa penyidik Polresta Padang. Indira menyebut salah satu saksi menjelaskan Afif Maulana berada di Jembatan Kuranji pada saat kejadian. Afif lalu dikerumuni tiga orang polisi yang berjarak 14 meter. Saksi itu mendengar suara minta ampun.
Pada waktu kejadian, saksi tersebut berada di dekat dua orang polisi yang salah satunya diduga bernama Aseng, sedangkan satunya lagi memegang handphone untuk merekam kejadian. Indira melanjutkan, saksi tersebut lalu diancam untuk tidak melihat ke arah Afif Maulana. "Sedangkan satu saksi lainnya melihat AM di Polsek Kuranji, di kawal polisi ke arah belakang saksi," ujar Indira.
Kelima, sebanyak enam orang anak sudah diperiksa oleh Bidang Profesi dan Pengamanan atau Bidpropam Polda Sumbar. Enam anak itu menjadi korban penyiksaan oleh Paminal dan Imposum di dua lokasi yang berbeda.
"Mereka mampu mengidentifikasi polisi yang melakukan penyiksaan berupa setrum, sulut rokok dan penyiksaan lainnya dengan menggunakan gambar atau foto terduga pelaku," kata Indira.
Keenam, LBH Padang memutarkan video Ditsamapta yang di-launching di Instagram direktorat tersebut sebelum mayat Afif ditemukan. Dalam video tersebut, kata Indira, didapati beberapa fakta. "Ada yang merekam proses malam tersebut yang mestinya dimintai penyidik videonya. Dalam pengamatan kami, video berbagai macam yang kemudian digabungkan jadi satu."
Selain itu, Indira menduga ada polisi yang alih-alih mengenakan seragam, justru menggunakan baju hitam dan celana batik. "Sehingga mengindikasikan polisi di luar tim Ditsamapta Polda Sumbar," ujar Indira.
Dia melanjutkan, pihaknya juga menduga ada penggunaan alat-alat kekerasan berupa pentungan warna hitam panjang dan manau. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, manau merupakan rotan besar. Selain itu, Indira menyebut titik pengamanan terdiri dari depan BSI, serta tujuh orang diduga diamankan di Jembatan Kuranji.
Ketujuh, tempat kejadian perkara atau TKP diubah. Mestinya sejak mayat Afif Maulana ditemukan, kata Indira, TKP dipasangi police line atau garis polisi. Namun 17 hari pasca AM meninggal, tim LBH Padang tidak menemukan police line di bawah Jembatan Kuranji.
Bahkan tim LBH Padang menanyakan ke pekerja proyek soal lokasi penemuaan mayat AM. Pekerja proyek itu mengingatkan tim agar tidak masuk ke dalam sungai lantaran sudah lebih dalam karena dikeruk ekskavator.
Saat mayat Afif ditemukan, kata dia, air hanya di bawah lutut orang dewasa. Indira menuturkan pihaknya menduga police line baru terpasang 20 hari pasca mayat Afif Maulana ditemukan, atau setelah Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) turun ke lokasi.
"Bahkan saat ini, kedalaman air sudah 1 meter lebih dan terlihat penumpukan batu di sekitar TKP," beber Indira. "Kami mengindikasikan ini dilakukan dengan sengaja dan penyidik harus bertanggungjawab atas hal ini."
Kedelapan, permohonan ekshumasi--proses penggalian mayat atau pembongkaran kubur untuk mencari keadilan--belum direspons. Indira menyebut, permohonan ekshumasi tersebut dibantu oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Bahkan, kata dia, perwakilan Lembaga Bantuan Hukum Advokasi Publik atau LBHAP PP Muhammadiyah mendatangi dan menyurati Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 22 Juli 2024 untuk mempermudah proses.
"Namun hingga saat ini, Kapolri, Kapolda ataupun jajaran lainnya hanya mengemukakan kesediaan di media, tanpa memberikan surat kesediaan akan menerima hasil ekshumasi sebagai tindakan pro justicia yang akan membantu terang kasus AM," ujar Indira.