Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Siapa Terlibat Jaringan Makelar Kasus Mahkamah Agung

Zarof Ricar diduga menjadi makelar kasus untuk mengurus perkara-perkara di lingkungan Mahkamah Agung.

29 Oktober 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kejaksaan menelusuri dugaan keterlibatan hakim-hakim lain dalam perkara suap Zarof Ricar.

  • Penyidik mengusut asal muasal uang yang disita dari rumah Zarof Ricar.

  • Zarof Ricar diduga berperan sebagai makelar kasus untuk mengurus perkara di lingkungan MA.

KEJAKSAAN Agung menetapkan Zarof Ricar sebagai tersangka dalam dugaan suap penanganan perkara kasasi Gregorius Ronald Tannur. Ia diduga berperan sebagai makelar kasus yang mengurus perkara-perkara di lingkungan Mahkamah Agung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan penyidik akan terus menelusuri kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang terlibat. “Kami sedang memetakan jaringan penghubung yang bisa saja melibatkan hakim-hakim di Mahkamah Agung,” kata Harli saat ditemui di Kejaksaan Agung, Senin, 28 Oktober 2024. “Kami akan menggali lebih dalam, dari peran Zarof sebagai perantara hingga ke mana saja aliran uang suap itu.”

Sebelumnya tim Kejaksaan Agung menggelar operasi tangkap tangan dan menangkap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, yaitu Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul. Mereka diduga menerima suap untuk memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur. Adapun Ronald menjalani sidang sebagai terdakwa pembunuhan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain tiga hakim itu, kejaksaan menangkap Lisa Rahmat, pengacara Ronald Tannur. Lisa disebut sebagai orang yang memberikan suap kepada majelis hakim yang menangani kasus kliennya di tingkat pertama. Dia juga diduga akan menjalankan modus serupa di tingkat kasasi dengan memanfaatkan jasa Zarof Ricar.

Lisa dikabarkan menyerahkan uang Rp 5 miliar kepada Zarof untuk diserahkan kepada hakim agung yang menangani kasasi Ronald Tannur. Namun Zarof belum menyerahkan uang itu kepada tiga hakim agung tersebut. Adapun untuk Zarof, Lisa menjanjikan imbalan Rp 1 miliar.

Atas dasar itulah penyidik kejaksaan yakin masih ada pihak-pihak lain yang terlibat dalam praktik makelar kasus ini. Untuk langkah awal, penyidik tengah mendalami sumber dana Lisa Rahmat. “Ini merupakan dana yang disiapkan oleh yang bersangkutan atau dari siapa," kata Harli. Keterangan dari Lisa juga akan dihubungkan dengan keterangan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya dan Zarof. “Supaya ada simpul yang bisa ditarik.”

Secara bersamaan, kata Harli, penyidik akan terus menelusuri asal mula uang tunai senilai Rp 920 miliar dan emas seberat 51 kilogram yang ditemukan di rumah Zarof di Senayan, Jakarta. 

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sepanjang 2012 hingga 2023, terdapat 26 hakim terjerat perkara korupsi. Peneliti ICW, Diky Anandya, yakin angka itu hanyalah puncak gunung es. Sebab, faktanya, praktik mafia peradilan dalam bentuk makelar perkara masih bermunculan, baik di MA maupun lembaga peradilan di bawahnya.  

Dari semua kasus itu, kata Diky, terdapat pola yang nyaris sama. Dalam kasus Zarof, misalnya, modus yang dia gunakan mirip dengan yang pernah dilakukan mantan Sekretaris MA, Nurhadi. “Sama-sama memperdagangkan pengaruh untuk menjadi perantara antara pihak yang beperkara dan hakim yang sedang menangani perkara guna menegosiasikan substansi putusan,” ujar Diky.

Dosen hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan kasus Zarof harus bisa dijadikan momentum untuk membongkar lebih banyak kasus mafia peradilan. “Demi memperbaiki sistem kerja peradilan,” katanya.

Mudzakir, dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, sependapat dengan Fickar. Bahkan, bila perlu, kejaksaan menggelar investigasi secara menyeluruh untuk membongkar praktik mafia peradilan ini. “Jika terbukti ada makelar kasus di semua hakim, harus ada reformasi pada hakim-hakim tersebut,” ucapnya.  

Zarof Ricar saat disumpah menjadi Kepala Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan di ruang Kusuma Atmadja, gedung Mahkamah Agung, Jakarta, 2017. Mahkamahagung.go.id

Juru bicara Mahkamah Agung, Yanto, mendukung penuh penyidikan yang sedang dijalankan kejaksaan. “Kalau penyidik punya bukti lain, silakan saja. Kami tidak pernah menghalang-halangi.”

Menurut Yanto, Zarof memang pernah bekerja di Mahkamah Agung sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan. Tiga tahun lalu, Zarof telah pensiun. Dengan demikian, perbuatan yang dia lakukan bukan lagi tanggung jawab MA. Namun MA tetap akan mengambil langkah responsif dengan membentuk tim pemeriksa. Tim ini bertugas mengklarifikasi majelis hakim kasasi yang menangani perkara Gregorius Ronald Tannur.

Tim pemeriksa itu diketuai oleh Ketua Kamar Pengawasan MA Dwiarso Budi Santiarto. Dia didampingi oleh hakim agung Jupriyadi dan Kepala Badan Pengawasan Noor Edi Yono. “Kami berfokus pada masalah pelanggaran etik, sementara pidana tetap diurus oleh Kejaksaan Agung,” katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus