Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tengah ramai menjadi perbincangan di media sosial atau medsos twitter orang yang membeli obat di marketplace malah berujung diciduk kepolisian, sebagaimana turut dibagikan akun @AlghifAqsa. Obat itu terlihat bernama Analsik, dan dinarasikan menjadi bagian dari psikotropika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi membantah ada tindakan tersebut. Kasat Narkoba Polres Jakarta Barat, Ajun Komisaris Besar Akmal mengatakan, informasi yang beredar di media sosial itu tidak benar, sebab dia menyatakan, telah menanyakan seluruh anggota dan tidak ditemukan adanya kasus tersebut, termasuk di Polres lainnya. "Saya sudah cek enggak ada," kata dia saat dihubungi, Kamis, 9 Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di dalam akun twitter itu, orang-orang yang merasa pernah mengalami kejadian serupa diarahkan untuk melapor juga ke LBH Jakarta dan LBH Masyarakat. Saat di konfirmasi kedua LBH itu mengaku juga belum pernah menerima laporan seperti kasus itu. "Sampai sejauh ini belum ada kasus seperti itu yang masuk ke LBH Jakarta," kata Pengacara publik LBH Jakarta Teo Reffelsen.
Sementara itu, Direktur LBH Masyarakat (LBHM) Muhammad Afif Qoyim mengatakan, juga belum ada laporan spesifik mengenai kasus seperti ini. Namun, dia menekankan, aparat keamanan memang memiliki kewenangan teknis khusus dalam menangkap orang yang diduga terlibat dalam kasus peredaran psikotropika.
Teknis khusus tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam Undang-undang ini, Afif mengatakan, diatur mengenai teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik pembelian terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang diawasi (controlled delevery).
Dalam kasus yang beredar di twitter ini, Afif menduga, yang dimaksud penjebakan adalah penggunaan teknik pembelian terselubung. "Nah penjebakan itu sebetulnya terminologi umum ya tapi terminologinya dalam UU Narkotikanya bukan penjebakan, misal undercover buy atau pembelian terselubung," ucapnya.
Namun, dalam menggunakan teknik ini, polisi atau penyidik yang memiliki otoritas dalam menangani kasus obat-batan terlarang katanya sudah memiliki alat-alat atau barang bukti yang kuat dalam mengincar target. Tujuannya dalam rangka untuk menginterogasi atau pengembangan kasus. "Dalam konteks polisi sudah punya keyakinan karena punya alat bukti atau barang bukti tentu legal ya karena tujuannya untuk menangkap orang," ucap dia.
Yang menjadi persoalan, Afif melanjutkan, bila anggota kepolisian atau penyidik otoritas lainnya tidak mendasari teknik tersebut dengan barang bukti atau laporan polisi, maka tindakannya tidak dibenarkan. Maka, jika orang yang dijadikan target tersebut ditangkap harus dilepaskan jika tak ada bukti.
"Durasi penangkapannya lama sekali 3x24 jam dan bisa diperpanjang 3x24 jam. Totalnya mungkin 6 harian. Kalau selama 6 hari ini, setidak-tidaknya 3 hari tidak ada perkembangan harus dilepas," ucapnya.