Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka komplotan penipu berkedok pengembang perumahan syariah dituding menjual nama Muhammadiyah untuk meyakinkan para korbannya. Mereka mengatakan proyek kompleks perumahan Amanah City Islamic Superblock di Maja, Banten, yang mereka tawarkan terafiliasi dengan ormas Islam tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemasaran dilakukan dilengkapi brosur berisi denah kawasan perumahan lengkap dengan rencana pembangunan sekolah, universitas, hingga rumah sakit Muhammadiyah. Hasilnya, lebih dari tiga ribu konsumen terjaring dan dana Rp 40 miliar terhimpun sebelum para tersangka ditangkap polisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hadir dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Senin 16 Desember 2019, pengurus Muhammadiyah Provinsi Banten membantah adanya kerja sama itu. Mereka mengatakan juga menunggu janji menerima sejumlah bidang tanah dari para tersangka.
"Jadi tidak ada kerja sama, yang ada hanya perjanjian mereka (pihak pengembang) akan memberikan sebidang tanah," ujar anggota Muhammadiyah Provinsi Banten Syafrol Makmur.
Sejumlah korban kasus sindikat mafia perumahan syariah saat mendatangi konferensi pers kasus mafia perumahan syariah di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin, 16 Desember 2019. Tempo/Ahmad Tri Hawaari
Syafrol mengatakan, tanah yang dijanjikan pengembang kepada Muhammadiyah Banten terdiri dari 2.000 meter persegi untuk sekolah, rumah sakit 15.000 meter persegi, dan Universitas Muhammadiyah 32.000 meter persegi. "Tapi sekarang yang terjadi malah seperti ini. Kami sampai kaget juga," kata dia.
Polda Metro Jaya mengungkap penipuan oleh pengembang perumahan berkedok syariah, Amanah City Islamic Supeblock. Setiap kosumennya diiming-imingi rumah murah tanpa BI checking, tanpa denda, dan cicilan ringan. Selain itu, mereka juga menjanjikan perumahan dengan konsep syariah dan Islami.
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono mengatakan jumlah korban penipuan pengembang ini yang sudah melapor 3.680 orang. Adapun total kerugian Rp 40 miliar. "Tersangka saat ini ada empat, kami masih mengejar yang lainnya," ujar Gatot.