Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyatakan telah membatalkan 192 sertifikat bidang tanah dari total 280 sertifikat dalam kasus pagar laut Tangerang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan begitu, dikatakan dia, saat ini pihaknya tinggal membatalkan 13 sertifikat yang tersisa, mengingat sebelumnya ATR/BPN sudah membatalkan 17 sertifikat hak milik (SHM), serta memastikan 58 sertifikat lainnya berada di dalam garis pantai sehingga tidak bisa dibatalkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Yang ini abu-abu 13 (sertifikat ini). Barang syubhat mutasyabihat, antara pantai, antara darat atau laut, antara tengah-tengah garis pantai atau garis laut. Ini sedang ditelaah," kata dia dalam jumpa media di Jakarta, Jumat, 21 Februari 2025 seperti dilansir dari Antara.
Nusron mengatakan, dirinya harus berhati-hati dalam memproses 13 sertifikat yang tergolong syubhat dalam kasus pagar laut agar tidak terjadi sengketa di kemudian hari.
"Karena potensi kita membatalkan sertifikat itu reputasi, kalau nanti kemudian digugat sama orang yang kita batalkan, kemudian kalah digugat, itu reputasi kantor rusak," ujarnya.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengungkapkan motif empat tersangka memalsukan SHGB dan SHM tanah Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten, yang berkaitan dengan polemik pagar laut.
"Kalau kita berbicara motif, saat ini kita terus mengembangkan. Yang jelas, tentu saja ini terkait dengan ekonomi. Ini yang terus kami kembangkan," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, Selasa, 18 Februari 2025.
Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yaitu Kepala Desa Kohod Arsin, UK selaku Sekretaris Desa (Sekdes) Kohod, SP selaku penerima kuasa dan CE selaku penerima kuasa.
Jenderal bintang satu itu mengungkapkan bahwa pihaknya telah melaksanakan konfrontasi antara Kades Kohod, Sekdes Kohod, dan penerima kuasa.
Dalam prosesnya, kata dia, terjadi saling lempar jawaban ketika penyidik menanyakan uang yang diterima di balik pemalsuan sertifikat itu. Maka dari itu, penyidik menilai bahwa motif pemalsuan sertifikat ini adalah ekonomi.