Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lisa Bela (33 tahun) ibu angkat MIM, pelajar SMP di Depok yang tewas usai tawuran di gerbang Tol Desari Jalan Raya Sawangan, Kamis malam, 13 Juni 2024 meminta agar diberlakukan jam malam bagi anak-anak muda. Dia menyatakan MIM sebelumnya tak pernah ikut tawuran seperti itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau menurut saya sih harus lebih ketat lagi penjagaan buat pergaulan anak muda, terus diadakan jam malam anak muda yang pada nongkrong," kata Lisa saat dijumpai di kediamannya di Kampung Kekupu, Jalan Caringin, Kelurahan Rangkapanjaya, Kecamatan Pancoran Mas, Depok, Jumat, 14 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat hari kejadian, Lisa menceritakan, MIM beraktifitas seperti biasanya. Setelah pulang sekolah, dia sempat bermain game di rumah. MIM baru pergi sekitar pukul 15.00 WIB setelah dihubungi temannya.
"Setelah ditelepon langsung keluar, nggak tahu (obrolannya) aku dengar hanya ditelepon dijawab 'Ayok' gitu doang. Mungkin temannya yang ngajak, kita nggak tahu. Saya tanya 'mau kemana dek?' dia cuma bilang 'mau main' itu saja," ungkap Lisa.
LIsa pun menyatakan tak pernah mendengar putranya itu terlibat tawuran. "Enggak pernah (Tawuran), mungkin karena diajak kali ya, namanya terlalu polos itu anak," imbuh Lisa.
MIM, menurut Lisa, dikenal sebagai anak pendiam dan tidak banyak tingkah. Hal itu juga diakui tetangga lingkungan rumah pelajar kelas 7 SMP tersebut. "Biasanya pulang sekolah pulang, paling main sebentar maghrib pulang gitu. Pendiam di luaran aja pendiam, banyak ibu-ibu di luaran (bilang) diam bocahnya," terang Lisa.
Meski hanya anak angkat, namun Lisa mengaku kehilangan MIM, karena sudah merawat korban sejak bayi lantaran kedua orang tuanya meninggal. "Dia anak yatim piatu dari umur 4-5 bulan saya merawat karena kedua orang tuanya meninggal," ucap Lisa lirih.
Kapolres Metro Depok Komisaris Besar Arya Perdana mengungkapkan fenomena tawuran pelajar karena anak seusia mereka sedang mencari jati diri. "Terus kalau kurang perhatian akhirnya mereka mencari perhatian, entah perhatian dari sekolah atau perhatian dari orang tuanya kurang sehingga mereka mencari perhatian," ungkap Arya.
Menurut Arya, pencarian jati diri itu seharusnya disalurkan melalui cara-cara yang positif. "Ini yang kemudian menjadi fenomena di anak-anak zaman sekarang dengan membuat konten, lalu janjian di satu tempat orang ingin menunjukkan jati dirinya nih seperti saya jagoan nih kalau bisa tawuran. Nah itu yang kita sayangkan," kata Arya.
Ia pun mengimbau kepada orang tua dan Pemerintah Kota Depok agar masalah tawuran menjadi perhatian serius.Masalah ini, menurut dia, harus diantisipasi sejak awal. "Jadi mencegah memberikan kegiatan-kegiatan yang positif atau mengajak anak-anak yang sudah dikasih untuk berbuat hal-hal yang positif, sehingga tidak terjadi cari perhatian semacam ini," ujarnya.