Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim pengacara Pegi Setiawan meminta kepolisian melakukan gelar perkara khusus soal penetapan tersangka terhadap klien mereka. Mereka menganggap Pegi Setiawan bukanlah Pegi alias Perong yang jadi salah satu dari tiga buron Polda Jawa Barat dalam kasus Vina Cirebon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan, gelar perkara khusus dapat dilakukan karena diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Output-nya keputusan gelar perkara harus dilaksanakan penyidik,” ujarnya saat dihubungi, Jumat, 7 Juni 2024.
Menurut peraturan itu, gelar perkara adalah kegiatan penyampaian penjelasan tentang proses penyelidikan dan penyidikan oleh penyidik kepada peserta gelar. Dilanjutkan diskusi kelompok untuk mendapatkan tanggapan atau masukan atau koreksi, guna menghasilkan rekomendasi untuk menentukan tindak lanjut proses penyelidikan dan penyidikan.
Dalam Pasal 31, gelar perkara dibagi menjadi dua, yaitu gelar perkara biasa dan khusus. Gelar perkara wajib dilakukan terhadap suatu peristiwa untuk menentukan adanya tindak pidana atau bukan tindak pidana. Proses ini juga dapat dilakukan untuk menentukan proses penyidikan dihentikan atau dilanjutkan.
Penetapan tersangka terhadap seseorang mesti dilakukan melalui proses gelar perkara, kecuali bagi pelaku yang tertangkap tangan. Penyidik kepolisian pun mesti mendasarkan minimal dua alat bukti yang cukup.
Dalam kasus Vina Cirebon, Poengky Indarti mengatakan pengacara Pegi Setiawan dapat mempersoalkan penahanan dan penetapan status tersangka. Namun, jalur yang tersedia bukan melalui gelar perkara khusus. “Untuk mengujinya harus dengan praperadilan,” katanya.
Menurut Pasal 33 ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, gelar perkara khusus dilaksanakan untuk tiga hal, yaitu merespons pengaduan masyarakat dari pihak yang berperkara dan/atau penasihat hukumnya setelah ada perintah dari atasan penyidik; membuka kembali penyidikan berdasarkan putusan praperadilan; dan menindaklanjuti perkara yang menjadi perhatian masyarakat.
Pelaksanaan gelar perkara khusus pun wajib mengundang fungsi pengawasan dan fungsi hukum Polri serta ahli. Untuk pelaksanaannya, memang gelar perkara khusus dilakukan setelah gelar perkara biasa yang pernah dilakukan penyidik kepolisian.
Sebelumnya, tim pengacara Pegi Setiawan telah mengirim tiga surat kepada Kapolri, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, dan Kepala Biro Pengawasan dan Penyidikan Badan Reserse Kriminal Polri, agar dilakukan gelar perkara khusus.
Toni R. M. salah satu pengacara Pegi menuturkan, kliennya bukanlah orang yang dicari Polda Jawa Barat dalam kasus Vina Cirebon. “Dugaan kami sangat kuat bahwa klien kami adalah korban salah tangkap yang tidak terlibat dalam tindak pidana tersebut di atas,” tutur Toni.
Argumen yang digunakan adalah Pegi Setiawan yang ditangkap tidak sesuai dengan ciri-ciri Pegi alias Perong yang sempat dirilis Polda Jawa Barat. Pegi alias Perong tercatat sebagai laki-laki berusia 22 tahun pada 2016, berusia 30 tahun pada 2024, tempat tinggal terakhir berada di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon, memiliki tinggi 160 centimeter, badan kecil, rambut keriting, dan berkulit hitam.
Namun, seorang yang ditangkap adalah Pegi Setiawan, berumur 28 tahun. Ciri fisiknya memiliki rambut lurus, dan tempat tinggal terakhir berada di Desa Kepongpongan Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon.
Perburuan terhadap sosok Pegi setelah kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita dan Muhammad Rizky Rudian alias Eky, pada 27 Agustus 2016 silam tidak sepenuhnya terungkap. Kasus ini kembali viral setelah penayangan film berjudul ‘Vina: Sebelum 7 Hari’.
ADVIST KHOIRUNIKMAH