Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memberikan sejumlah rekomendasi buntut adanya indikasi diskriminasi dan kekerasan berbasis gender, termasuk pelecehan seksual, saat proses wawancara tes wawasan kebangsaan pegawai KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN), Komnas Perempuan merekomendasikan untuk menyusun indikator seleksi CPNS atau calon pegawai negeri sipil yang sesuai dengan prinsip HAM dan hak asasi perempuan. Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan pengalaman tes wawasan kebangsaan (TWK) ini perlu sekaligus menjadi momentum untuk pembenahan dalam rekrutmen atau seleksi CPNS secara umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan Komnas akan mendampingi BKN untuk penyusunan indikator dalam rekrutmen CPNS tersebut. "Dengan BKN akan ada diskusi-diskusi lanjutan untuk penyusunan indikator rekrutmen CPNS," kata Siti kepada Tempo, Rabu, 19 Mei 2021.
Komnas Perempuan sebelumnya menerima aduan dugaan diskriminasi gender dan pelecehan seksual dari perempuan pegawai KPK yang menjadi peserta tes wawasan kebangsaan. Komnas lantas menggelar diskusi daring dengan pimpinan BKN dan perwakilan tim pewawancara pada 12 Mei lalu.
Komnas pun menemukan indikasi pertanyaan-pertanyaan wawancara yang melanggar hak kebebasan beragama/berkeyakinan, kebebasan berekspresi/berpendapat, dan hak bebas dari perlakuan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender, termasuk pelecehan seksual. Maka dari itu, Komnas merekomendasikan agar BKN menguatkan menguatkan rumusan materi, indikator penilaian, dan proses TWK yang bersesuaian dengan prinsip HAM dan hak asasi perempuan.
Komnas juga meminta BKN mengembangkan pedoman pewawancara, di antaranya meliputi batasan-batasan pertanyaan yang dibenarkan maupun sikap pewawancara, dan meningkatkan kapasitas pewawancara dengan perspektif gender dan korban. "Termasuk keterampilan mitigasi risiko trauma ataupun pelukan psikologis lainnya akibat pertanyaan yang diajukan," kata Siti.
Berikutnya, BKN diminta mengembangkan langkah-langkah afirmasi untuk mendukung kepemimpinan perempuan dalam promosi jabatan hingga ke jabatan tinggi di lingkungan kementerian/lembaga. Terakhir, Komnas meminta BKN berkoordinasi dengan KPK menangani keluhan terkait TWK agar proses alih status pegawai komisi antirasuah menjadi ASN itu akuntabel.
Kepada KPK, Komnas merekomendasikan lembaga tersebut membuat mekanisme pengaduan ihwal proses alih status menjadi ASN itu. Komnas meminta pengaduan dan penanganan keluhan dilakukan secara transparan, akuntabel, dan secara khusus memperhatikan kerentanan khas perempuan atas tindak diskriminasi dan kekerasan berbasis gender.
KPK juga diminta menginformasikan hasil TWK di lingkungan KPK secara jelas. Menurut Komnas, hasil TWK itu mestinya menjadi dasar rencana pembinaan terhadap pegawai KPK, bukan untuk memberhentikan mereka yang tidak lolos. Komnas Perempuan meminta KPK mendukung upaya pemulihan bagi pekerja mereka yang mengalami kekerasan maupun trauma akibat proses wawancara TWK.
Sejauh ini, Siti mengatakan, Komnas Perempuan belum mengagendakan pertemuan dengan pimpinan KPK. Namun, ia mengimbuhkan, Komnas akan terus memantau apakah BKN dan KPK melaksanakan rekomendasi yang telah disampaikan ihwal tes pegawai KPK.
BUDIARTI UTAMI PUTRI