Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Resor Jakarta Barat menggulung komplotan jasa prostitusi online palsu melalui media sosial Instagram. Para pelaku yang berjumlah tiga orang itu mencoba mengelabui netizen dengan mengunggah foto-foto wanita seksi yang mereka ambil dari internet.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan memasang tarif Rp 3,8 juta sampai Rp 4,7 juta, para pelaku meraup keuntungan Rp 100 juta per bulan. “Hasilnya mereka bagi tiga. Satu minggu bisa dapat Rp 25 juta,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Edy Suranta Sitepu di Polres Jakarta Barat, Kamis, 8 Februari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Edy mengatakan, polisi menelusuri keberadaan pelaku dengan berpura-pura memesan wanita penghibur di instagram tersebut, Selasa, 16 Januari 2018. Dalam transaksi yang dilakukan, polisi mendapatkan informasi nomor telepon dan rekening pelaku.
Dari informasi tersebut, polisi menangkap salah satu pelaku prostitusi online yakni AK di Bekasi, pada Rabu, 24 Januari 2018. AK berperan mengurusi rekening dan menampung dana dari para korban. Polisi kemudian mendapat informasi dari AK bahwa ia tidak bekerja sendirian, melainkan dibantu oleh orang dua rekannya, MBS dan NF.
MBS dan NF ternyata saat itu mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II Bekasi karena kasus narkoba. Dalam kasus prostitusi online palsu, MBS dan NF berperan mengendalikan akun Instagram melalui LP. “Mereka juga berperan dalam mengunggah foto-foto wanita seksi yang mereka ambil lewat internet,” ujar Edy.
Menurut Edy, para pelaku menggunakan nama tempat hiburan di Taman Sari Jakarta Barat berinisial GCS sebagai nama akun Instagram mereka. Karena tidak terima nama diskoteknya dijadikan nama akun prostitusi online palsu, pemilik diskotek GCS berinisial CI melaporkannya ke Polres Jakarta Barat.
Dalam penangkapan terhadap pelaku prostitusi online, polisi menyita barang bukti 5 unit telepon selular, 1 buku tabungan, kartu ATM, dan KTP. Para pelaku dikenakan pasal berlapis tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan diancam dengan kurungan pidana paling lama 12 tahun.