Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Respons Mahkamah Agung Soal Hakim Vonis Bebas Polisi di Kasus Pencabulan Anak

Juru bicara Mahkamah Agung merespons soal vonis bebas Majelis Hakim PN Jayapura terhadap polisi terdakwa kasus pencabulan anak.

24 Maret 2025 | 15.08 WIB

Juru Bicara MA Yanto memberikan keterangan kepada media dalam konferensi pers tentang pernyataan sikap Mahkamah Agung terhadap penetapan tersangka oknum hakim PN Surabaya oleh Kejaksaan Agung di Mahkamah Agung RI, Jakarta, Kamis, 24 Oktober 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Perbesar
Juru Bicara MA Yanto memberikan keterangan kepada media dalam konferensi pers tentang pernyataan sikap Mahkamah Agung terhadap penetapan tersangka oknum hakim PN Surabaya oleh Kejaksaan Agung di Mahkamah Agung RI, Jakarta, Kamis, 24 Oktober 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung menyatakan belum mengetahui putusan hakim Pengadilan Negeri Jayapura yang menjatuhkan vonis bebas kepada Brigadir Dua Alfian Fauzan Hartanto dalam kasus pencabulan anak di Kabupaten Kaerom. Pencabulan itu terjadi di Kabupaten Kaerom, Papua, pada 2022. Adapun keputusan itu diberikan karena nihilnya saksi dalam perkara tersebut. “Kami belum tahu putusannya seperti apa, kalau betul bebas, kan KUHAP-nya juga mengatur putusan bebas,” kata juru bicara Mahkamah Agung Yanto, saat dihubungi pada Senin, 24 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yanto mengatakan, Mahkamah Agung tidak akan menindaklanjuti majelis hakim tersebut kecuali ada laporan negatif yang diterima. Hingga saat ini, kata Yanto, Mahkamah Agung belum mendapatkan laporan terhadap majelis hakim yang memvonis bebas itu. “Kalau ada laporan langsung ditindaklanjuti,” ujar dia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Sebelumnya, Koordinator Penghubung Komisi Yudisial Papua Methodius Kossay menyatakan, penasihat hukum korban melaporkan hakim PN Jayapura atas vonis bebas yang diberikan kepada terdakwa. Laporan itu disampaikan penasihat hukum pada Selasa, 18 Maret 2025 di kantor KY Papua. "Iya betul, sudah dilaporkan ke kami di KY Perwakilan Papua," kata Methodius.

Juru bicara Komisi Yudisial Mukti Fajar menyatakan,akan menganalisis pertimbangan dan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jayapura yang menjadikan alasan nihilnya saksi sebagai dasar memvonis bebas.

Selain itu, Komisi Yudisial juga akan meninjau bukti-bukti yang diajukan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan. “Dalam kasus pelecehan seksual, hakim perlu menggali fakta sebagai alat bukti lain," kata juru bicara Komisi Yudisial Mukti Fajar, dalam keterangan tertulis, pada Senin, 24 Maret 2025.

Mukti mengatakan, Komisi Yudisial juga membuka peluang melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak lain untuk memberikan informasi soal laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) terhadap majelis hakim itu. “Tidak menutup kemungkinan KY akan melakukan pemeriksaan pihak-pihak lain yang relevan,” ujar dia.

Setelah menerima aduan tersebut, kata Mukti, Komisi Yudisial akan melakukan verifikasi terhadap laporan untuk meninjau kelengkapan persyaratan administrasi dan substansi agar dapat diregistrasikan.

Bripda Alfian dibebaskan dari dakwaan kasus pencabulan anak. Majelis Hakim PN Jayapura yang membebaskannya dipimpin oleh Zaka Talpatty, dengan anggota Korneles Waroi dan Ronald Lauterboom. Mereka membacakan vonis perkara nomor 329/Pid.Sus/2024/PN Jap itu pada Kamis, 23 Januari 2025.

"Menyatakan terdakwa Alfian Fauzan Hartanto alias Alfian alias Pian tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan penuntut umum dalam dakwaan alternatif kesatu maupun dakwaan alternatif kedua," begitu bunyi amar putusan, dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jayapura.

Majelis hakim juga memutuskan untuk membebaskan Bripda Alfian dari seluruh dakwaan. Hakim memerintahkan jaska penuntut umum untuk membebaskan terdakwa dari tahanan segera setelah putusan diucapkan.

Putusan itu jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum. Jaksa menuntut Bripda Alfian dipidana 12 tahun, serta membayar denda Rp 200 juta subsider kurungan enam bulan.

 Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus